Monday, July 26, 2010

APAKAH PENELITIAN ITU?

Kata penelitian atau riset dipergunakan dalam pembicaraan sehari-hari untuk melingkup spektrum arti yang luas, yang dapat membuat bingung siswa—terutama siswa—yang harus mempelajari arti kata tersebut dengan tanda-tanda atau petunjuk yang jelas untuk membedakan yang satu dengan yang lain. Dapat saja, sesuatu yang dulunya dikenali sebagai penelitian ternyata bukan, dan beberapa konsep yang salah tentunya harus dibuang dan diganti konsep yang benar.
P
Pada dasarnya, manusia selalu ingin tahu dan ini mendorong manusia untuk bertanya dan mencari jawaban atas pertanyaan itu. Salah satu cara untuk mencari jawaban adalah dengan mengadakan penelitian. Cara lain yang lebih mudah, tentunya, adalah dengan bertanya pada seseorang atau “bertanya” pada buku—tapi kita tidak selalu dapat mendapat jawaban, atau kita mungkin mendapatkan jawaban tapi tidak meyakinkan.
Pengertian penelitian sering dicampuradukkan dengan: pengumpulan data atau informasi, studi pustaka, kajian dokumentasi, penulisan makalah, perubahan kecil pada suatu produk, dan sebagainya. Kata penelitian atau riset sering dikonotasikan dengan bekerja secara eksklusif menyendiri di laboratorium, di perpustakaan, dan lepas dari kehidupan sehari-hari.
Menjadi tujuan bab ini untuk menjelaskan pengertian penelitian dan membedakannya dengan hal-hal yang bukan penelitian. Pengertian penelitian yang disarankan oleh Leedy (1997: 3) sebagai berikut: Penelitian (riset) adalah proses yang sistematis meliputi pengumpulan dan analisis informasi (data) dalam rangka meningkatkan pengertian kita tentang fenomena yang kita minati atau menjadi perhatian kita.
Mirip dengan pengertian di atas, Dane (1990: 4) menyarankan definisi sebagai berikut: Penelitian merupakan proses kritis untuk mengajukan pertanyaan dan berupaya untuk menjawab pertanyaan tentang fakta dunia. Seperti disebutkan di atas, mungkin di masa lalu, kita mendapatkan banyak konsep (pengertian) tentang penelitian, yang sebagian daripadanya merupakan konsep yang salah. Untuk memperjelas hal tersebut, di bawah ini dikaji pengertian yang “salah” tentang penelitian (menurut kita—kaum akademisi).

Pengertian yang salah tentang Penelitian
Secara umum, berdasar konsep-konsep yang “salah” tentang penelitian, maka perlu digarisbawahi empat pengertian sebagai berikut:
(1) Penelitian bukan hanya mengumpulkan informasi (data)
(2) Penelitian bukan hanya memindahkan fakta dari suatu tempat ke tempat lain
(3) Penelitian bukan hanya membongkar-bongkar mencari informasi
(4) Penelitian bukan suatu kata besar untuk menarik perhatian.

Lebih lanjut kesalahan pengertian tersebut dijelaskan di bawah ini.

1. Penelitian bukan hanya mengumpulkan informasi (data)
Pernah suatu ketika, seorang siswa mengajukan usul (proposal) penelitian untuk “meneliti” sudut kemiringan sebuah menara pemancar TV di kotanya. Ia mengusulkan untuk menggunakan peralatan canggih dari bidang keteknikan untuk mengukur kemiringan menara tersebut. Meskipun peralatannya canggih, tetapi yang ia lakukan sebenarnya hanyalah suatu survei (pengumpulan data/informasi) saja, yaitu mengukur kemiringan menara tersebut, dan survei itu bukan penelitian (tapi bagian dari suatu penelitian). Para siswa suatu SD kelas 4 diajak gurunya untuk melakukan “penelitian” di perpustakaan. Salah seorang siswa mempelajari tentang Columbus dari beberapa buku. Sewaktu pulang ke rumah, ia melapor kepada ibunya bahwa ia baru saja melakukan penelitian tentang Columbus. Sebenarnya, yang ia lakukan hanya sekedar mengumpulkan informasi, bukan penelitian. Mungkin gurunya bermaksud untuk mengajarkan keahlian mencari informasi dari pustaka (reference skills).

2. Penelitian bukan hanya memindahkan fakta dari suatu tempat ke tempat lain
Seorang siswa telah menyelesaikan sebuah makalah tugas “penelitian” tentang teknik -teknik pembangunan bangunan tinggi di Jakarta. Ia telah berhasil mengumpulkan banyak artikel dari suatu majalah konstruksi bangunan dan secara sistematis melaporkannya dalam makalahnya, dengan disertai teknik acuan yang benar. Ia mengira telah melakukan suatu penelitian dan menyusun makalah penelitian. Sebenarnya, yang ia lakukan hanyalah: mengumpulkan informasi/data, merakit kutipan-kutipan pustaka dengan teknik pengacuan yang benar. Untuk disebut sebagai penelitian, yang dikerjakannya kurang satu hal, yaitu: interpretasi data. Hal ini dapat dilakukan dengan cara antara lain menambahkan misalnya: “Fakta yang terkumpul menunjukkan indikasi bahwa faktor x dan y sangat mempengaruhi cara pembangunan bangunan tinggi di Jakarta”. Dengan demikian, ia bukan hanya memindahkan informasi/data/fakta dari artikel majalah ke makalahnya, tapi juga menganalis informasi/data/fakta sehingga ia mampu untuk menyusun interpretasi terhadap informasi/data/fakta yang terkumpul tersebut.

3. Penelitian bukan hanya membongkar-bongkar mencari informasi
Seorang Menteri menyuruh stafnya untuk memilihkan empat buah kotamadya (di wilayah Indonesia bagian timur) yang memenuhi beberapa kriteria untuk diberi bantuan pembangunan prasarana dasar perkotaan. Stafnya tersebut berpikir bahwa ia harus melakukan “penelitian”. Ia kemudian pergi ke Kantor Statistik, membongkar arsip/dokumen statistik kotamadya -kotamadya yang ada di wilayah IBT tersebut. Dengan membandingkan data statistik yang terkumpul dengan kriteria yang diberi oleh Menteri, ia berhasil memilih empat kotamadya yang paling memenuhi kriteria-kriteria tersebut. Staf tersebut melaporkan hasil “penelitiannya” ke Menteri. Sebenarnya yang dilakukan oleh staf tersebut hanyalah mencari data (data searching, rummaging) dan mencocokknnya (matching) dengan kriteria , dan itu bukan penelitian.

4. Penelitian bukan suatu kata besar untuk menarik perhatian
Kata “…penelitian” sering dipakai oleh surat kabar, majalah populer, dan iklan untuk menarik perhatian (“mendramatisir”). Misalnya, berita di surat kabar: “Presiden akan melakukan penelitian terhadap Pangdam yang ingin ‘mreteli’ kekuasaan Presiden”. Contoh lain: berita “Semua anggota DPRD tidak perlu lagi menjalani penelitian khusus (litsus)”. Contoh lain lagi: “Produk ini merupakan hasil penelitian bertahun-tahun” (padahal hanya dirubah sedikit formulanya dan namanya diganti agar konsumen tidak bosan).

Pengertian yang benar tentang Penelitian dan Karakteristik Proses Penelitian
Pengertian yang benar tentang penelitian sebagai berikut, menurut Leedy (1997: 5): Penelitian adalah suatu proses untuk mencapai (secara sistematis dan didukung oleh data) jawaban terhadap suatu pertanyaan, penyelesaian terhadap permasalahan, atau pemahaman yang dalam terhadap suatu fenomena.
Proses tersebut, yang sering disebut sebagai metodologi penelitian, mempunyai delapan macam karakteristik:
1) Penelitian dimulai dengan suatu pertanyaan atau permasalahan.
2) Penelitian memerlukan pernyataan yang jelas tentang tujuan.
3) Penelitian mengikuti rancangan prosedur yang spesifik.
4) Penelitian biasanya membagi permasalahan utama menjadi sub-sub masalah yang lebih dapat dikelola.
5) Penelitian diarahkan oleh permasalahan, pertanyaan, atau hipotesis penelitian yang spesifik.
6) Penelitian menerima asumsi kritis tertentu.
7) Penelitian memerlukan pengumpulan dan interpretasi data dalam upaya untuk mengatasi permasalahan yang mengawali penelitian.
8) Penelitian adalah, secara alamiahnya, berputar secara siklus; atau lebih tepatnya,

Macam Tujuan Penelitian
Seperti dijelaskan di atas, penelitian berkaitan dengan pertanyaan atau keinginan tahu manusia (yang tidak ada hentinya) dan upaya (terus menerus) untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dengan demikian, tujuan terujung suatu penelitian adalah untuk merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan menemukan jawaban-jawaban terhadap pertanyaan penelitian tersebut. Tujuan dapat beranak cabang yang me ndorong penelitian lebih lanjut. Tidak satu orangpun mampu mengajukan semua pertanyaan, dan demikian pula tak seorangpun sanggup menemukan semua jawaban bahkan hanya untuk satu pertanyaan saja. Maka, kita perlu membatasi upaya kita dengan cara membatasi tujuan penelitian.
Terdapat bermacam tujuan penelitian, dipandang dari usaha untuk membatasi ini, yaitu:
1) eksplorasi (exploration)
2) deskripsi (description)
3) prediksi (prediction)
4) eksplanasi (explanation) dan
5) aksi (action).
Penjelasan untuk tiap macam tujuan diberikan di bawah ini. Tapi perlu kita ingat bahwa penentuan tujuan, salah satunya, dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengethaun yang terkait dengan permasalahan yang kita hadapi (“state of the art”). Misal, bila masih “samarsamar”, maka kita perlu bertujuan untuk menjelajahi (eksplorasi) dulu. Bila sudah pernah dijelajahi dengan cukup, maka kita coba terangkan (deskripsikan) lebih lanjut.

1. Eksplorasi
Seperti disebutkan di atas, bila kita ingin menjelajahi (mengeksplorasi) suatu topik (permasalahan), atau untuk mulai memahami suatu topik, maka kita lakukan penelitian eksplorasi. Penelitian esplorasi (menjelajah) berkaitan dengan upaya untuk menentukan apakah suatu fenomena ada atau tidak. Penelitian yang mempunyai tujuan seperti ini dip akai untuk menjawab bentuk pertanyaan “Apakah X ada/terjadi?”.
Contoh penelitian sederhana (dalam ilmu sosial): Apakah laki-laki atau wanita mempunyai kcenderungan duduk di bagian depan kelas atau tidak? Bila salah satu pihak atau keduanya mempunyai kecend erungan itu, maka kita mendapati suatu fenomena (yang mendorong penelitian lebih lanjut). Penelitian eksplorasi dapat juga sangat kompleks. Umumnya, peneliti memilih tujuan eksplorasi karena tuga macam maksud, yaitu: (a) memuaskan keingintahuan awal dan nantinya ingin lebih memahami, (b) menguji kelayakan dalam melakukan penelitian/studi yang lebih mendalam nantinya, dan (c) mengembangkan metode yang akan dipakai dalam penelitian yang lebih mendalam. Hasil penelitian eksplorasi, karena merupakan penelitian penjelajahan, maka sering dianggap tidak memuaskan.
Kekurang-puasan terhadap hasil penelitian ini umumnya terkait dengan masalah sampling (representativeness)—menurut Babbie 1989: 80. Tapi perlu kita sadari bahwa penjelajahan memang berarti “pembukaan jalan”, sehingga setelah “pintu terbuka lebar-lebar” maka diperlukan penelitian yang lebih mendalam dan terfokus pada sebagian dari “ruang di balik pintu yang telah terbuka” tadi.

2. Deskripsi
Penelitian deskriptif berkaitan dengan pengkajian fenomena secara lebih rinci atau membedakannya dengan fenomena yang lain. Sebagai contoh, meneruskan contoh pada bahasan penelitian eksplorasi di atas, yaitu misal: ternyata wanita lebih cenderung duduk di bagian depan kelas daripada laki-laki, maka penelitian lebih lanjut untuk lebih memerinci: misalnya, apa batas atau pengertian yang lebih tegas tentang “bagian depan kelas”? Apakah duduk di muka tersebut berkaitan dengan macam mata pelajaran? tingkat kemenarikan guru yang mengajar? ukuran kelas? Penelitian deskriptif menangkap ciri khas suatu obyek, seseorang, atau suatu kejadian pada waktu data dikumpulkan, dan ciri khas tersebut mungkin berubah dengan perkembangan waktu. Tapi hal ini bukan berarti hasil penelitian waktu lalu tidak berguna, dari hasil-hasil tersebut kita dapat melihat perkembangan perubahan suatu fenomena dari masa ke masa.

3. Prediksi
Penelitian prediksi berupaya mengidentifikasi hubungan (keterkaitan) yang memungkinkan kita berspekulasi (menghitung) tentang sesuatu hal (X) dengan mengetahui (berdasar) hal yang lain (Y). Prediksi sering kita pakai sehari-hari, misalnya dalam menerima siswa baru, kita gunakan skor minimal tertentu—yang artinya dengan skor tersebut, siswa mempunyai kemungkinan besar untuk berhasil dalam studinya (prediksi hubungan antara skor ujian masuk dengan tingkat keberhasilan studi nantinya).

4. Eksplanasi
Penelitian eksplanasi mengkaji hubungan sebab-akibat diantara dua fenomena atau lebih. Penelitian seperti ini dipakai untuk menentukan apakah suatu eksplanasi (keterkaitan sebab-akibat) valid atau tidak, atau menentukan mana yang lebih valid diantara dua (atau lebih) eksplanasi yang saling bersaing. Penelitian eksplanasi (menerangkan) juga dapat bertujuan menjelaskan, misalnya, “mengapa” suatu kota tipe tertentu mempunyai tingkat kejahatan lebih tinggi dari kota-kota tipe lainnya. Catatan: dalam penelitian deskriptif hanya dijelaskan bahwa tingkat kejahatan di kota tipe tersebut berbeda dengan di kota-kota tipe lainnya, tapi tidak dijelaskan “mengapa” (hubungan sebab-akibat) hal tersebut terjadi.

5. Aksi
Penelitian aksi (tindakan) dapat meneruskan salah satu tujuan di atas dengan penetapan persyaratan untuk menemukan solusi dengan bertindak sesuatu. Penelitian ini umumnya dilakukan dengan eksperimen tidakan dan mengamati hasilnya; berdasar hasil tersebut disusun persyaratan solusi. Misal, diketahui fenomena bahwa meskipun suhu udara luar sudah lebih dingin dari suhu ruang, orang tetap memakai AC (tidak mematikannya). Dalam eksperimen penelitian tindakan dibuat berbagai alat bantu mengingatkan orang bahwa udara luar sudah lebih dingin dari udara dalam. Ternyata dari beberapa alat bantu, ada satu yang paling dapat diterima. Dari temuan itu disusun persyaratan solusi terhadap fenomena di atas.

Hubungan Penelitian dengan Perancangan
Hasil penelitian, antara lain berupa teori, disumbangkan ke khazanah ilmu pengetahuan, sedangkan ilmu yang ada di khazanah tersebut dimanfaatkan oleh para perancang/perencana/pengembang untuk melakukan kegiatan dalam bidang keahliannya.
Menurut Zeisel (1981), perancangan mempunyai tiga langkah utama, yaitu: imaging, presenting dan testing, sedangkan imaging dilakukan berdasar empirical knowledge. Perancangan/perencanaan/pengembangan, selain menggunakan pengetahuan dari khazanah ilmu pengetahuan, juga mempertimbangkan hal-hal lain, seperti estetika, perhitungan ekonomis, dan kadang pertimbangan politis, dan lain-lain. Terhadap hasil perencanaan/perancangan/pengembangan juga dapat dilakukan penelitian evaluasi yang hasilnya juga akan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan.
Ahmad Kurnia El-Qornidi 8/12/2009 07:03:00 PM 0 komentar Link ke posting

Langkah-langkah penelitian

Kalian tentunya sudah memahami tentang metode ilmiah dan penelitian ilmiah. Yang perlu kalian ketahui adalah bahwa penelitian ilmiah berusaha untuk menemukan, mengembangkan, dan mengkaji kebenaran suatu pengetahuan dengan menggunakan metode ilmiah. Dengan selalu melakukan penelitian ilmiah, ilmu pengetahuan akan selalu berkembang.
Pelaksanaan penelitian dengan menggunakan metode ilmiah harus mengikuti langkah-langkah tertentu. Schluter (1926) memberikan 15 langkah dalam melaksanakan penelitian dengan metode ilmiah. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pemilihan bidang, topik atau judul penelitian.
2. Mengadakan survei lapangan untuk merumuskan masalah-malalah yang ingin
dipecahkan.
3. Membangun sebuah bibliografi.
4. Memformulasikan dan mendefinisikan masalah.
5. Membeda-bedakan dan membuat out-line dari unsur-unsur permasalahan.
6. Mengklasifikasikan unsur-unsur dalam masalah menurut hu-bungannya dengan data
atau bukti, baik langsung ataupun tidak langsung.
7. Menentukan data atau bukti mana yang dikehendaki sesuai dengan pokok-pokok
dasar dalam masalah.
8. Menentukan apakah data atau bukti yang dipertukan tersedia atau tidak.
9. Menguji untuk diketahui apakah masalah dapat dipecahkan atau tidak.
10. Mengumpulkan data dan keterangan yang diperlukan.
11. Mengatur data secara sistematis untuk dianalisa.
12. Menganalisa data dan bukti yang diperoleh untuk membuat interpretasi.
13. Mengatur data untuk persentase dan penampilan.
14. Menggunakan citasi, referensi dan footnote (catatan kaki).
15. Menulis laporan penelitian.

Dalam melaksanakan penelitian secara ilmiah. Abclson (1933) memberikan 5 langkah berikut:

1. Tentukan judul
     Judul dinyatakan secara singkat.
2. Pemilihan masalah
Dalam pemilihan masalah ini harus:
1.      Nyatakan apa yang disarankan oleh judul.
2.      Berikan alasan terhadap pemilihan tersebut. Nyatakan perlunya diselidiki masalah menurut kepentingan umum.
3.      Sebutkan ruang lingkup penelitian. Secara singkat jelaskan materi. situasi dan hal- hal lain yang menyangkut bidang yang akan diteliti.
3. Pemecahan masalah.
Dalam memecahkan masalah harus diikuti hal-hal berikut:
a). Analisa harus logis. Aturlah bukti dalam bentuk yang sistematis dan logis. Demikian juga halnya unsur-unsur yang dapat memecahkan masalah.
b). Prosedur penelitian yang digunakan harus dinyatakan secara singkat.
c) Urutkan data, fakta dan keterangan-keterangan khas yang diperlukan
d). Harus dinyatakan bagaimana set dari data diperoleh termasuk referensi yang digunakan.
e). Tunjukkan cara data dilola sampai mempunyai arti dalam memecahkan masalah.
f). Urutkan asumsi-asumsi yang digunakan serta luibungannya dalam berbagai fase penelitian.
4. Kesimpulan
a). Berikan kesimpulan dari hipotesa. nyatakan dua atau tiga kesimpulan yang mungkin diperoleh
b). Berikan implikasi dari kesimpulan. Jelaskan bebernpa implikasi dari produk hipotesa dengan memberikan beberapa inferensi.
5. Berikan studi-studi sebelumnya yang pernah dikerjakan yang berhubungan dengan masalah
Nyatakan kerja-kerja sebelumnya secara singkat dan berikan referensi bibliografi yang mungkin ada manfaatnya scbagai model dalam memecahkan masalah.
Dari pedoman beberapn ahli di atas, maka dapal disimpulkan balnwa penelitian dengan mcnggunakan metode ilmiah sckurang-kurangnya dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
5.1. Merumuskan serta mcndefinisikan masalah
Langkah pertama dalam meneliti adalah menetapkan masalah yang akan dipecahkan. Untuk menghilangkan keragu-raguan. masalah tersebut didefinisikan secara jelas. Sampai ke mana luas masalah yang akan dipecahkan Sebutkan beberapa kata kunci (key words) yang terdapal dalam masalah Misalnya. masalah yang dipilih adalah Bagaimana pengaruh mekanisasi terhadap pendapatan usaha tani di Aceh?Berikan definisi tentang usaha tani, tentang mekanisasi, pada musim apa. dan sebagainya.
5.2. Mengadakan studi kepustakaan
Setelah masalah dirumuskan, step kedua yang dilakukan dalam mencari data yang tersedia yang pernah ditulis peneliti sebelumnya yang ada hubungannya dengan masalah yang ingin dipecahkan. Kerja mencari bahan di perpustakaan merupakan hal yang tak dapat dihindarkan olch seorang peneliti. Ada kalanya. perumusan masalah dan studi keputusan dapat dikerjakan secara bersamaan.
5.3. Memformulasikan hipotesa
Setelah diperoleh infonnasi mengenai hasil penelitian ahli lain yang ada sangkut-pautnya dengan masalah yang ingin dipecahkan. maka tiba saatnya peneliti memformulasikan hipotesa-hipolesa unttik penelitian. Hipotesa tidak lain dari kesimpulan sementara tentang hubunggan sangkut-paut antarvariabel atau fenomena dalam penelitian. Hipotesa merupakan kesimpulan tentatif yang diterima secara sementara sebelum diuji.
5.4. Menentukan model untuk menguji hipotesa
Setelah hipotesa-hipotesa ditetapkan. kerja selanjutnya adalah merumuskan cara-cara untuk menguji hipotesa tersebut. Pada ilmu-ilmu sosial yang telah lebih berkembang. scperti ilmu ekonomi misalnva. pcnguji’an hipotesa didasarkan pada kerangka analisa (analytical framework) yang telah ditetapkan. Model matematis dapat juga dibuat untuk mengrefleksikan hubungan antarfenomena yang secara implisif terdapal dalam hipotesa. untuk diuji dengan teknik statistik yang tersedia. Pengujian hipotesa menghendaki data yang dikumpulkan untuk keperluan tersebut. Data tersebut bisa saja data prime ataupun data sekunder yang akan dikumpulkan oleh peneliti.
5.5. Mengumpulkan data
Peneliti memerlukan data untuk menguji hipotesa. Data tersebut yang merupakan fakta yang digunakan untuk menguji hipotesa perlu dikumpulkan. Bcrgantung dan masalah yang dipilih serta metode pcnelitian yang akan digunakan. teknik pengumpulan data akan berbeda-beda. Jika penelitian menggunakan metode percobaan. misalnya. data diperoleh dan plot-plot pcrcobaan yang dibual sendiri oleh peneliti Pada metodc scjarah ataupun survei normal, data diperoleh dengan mcngajukan pertanyaan-pertanyaan kepada responden. baik secara langsung ataupun dengan menggunakan questioner Ada kalanya data adalah hasil pengamatan langsung terhadap perilaku manusia di mana peneliti secara partisipatif berada dalam kelompok orang-orang yang diselidikinya.
5.6. Menyusun, Menganalisa, and Menyusun interfensi
Setelah data terkumpul. pcneliti menyusun data untuk mengadakan analisa Sebelum analisa dilakukan. data tersebul disusun lebih dahulu untuk mempermudah analisa. Penyusunan data dapat dalam bentuk label ataupun membuat coding untuk analisa dengan komputer. Sesudah data dianalisa. maka perlu diberikan tafsiran atau interpretasi terhadap data tersebut.
5.7. Membuat generalisasi dan kesimpulan
Setelah tafsiran diberikan, maka peneliti membuat generalisasi dari penemuan-penemuan, dan selanjutnya memberikan beberapa kesimpulan. Kesimpulan dan generalisasi ini harus berkaitan dengan hipotesa. Apakah hipotesa benar untuk diterima. ataukah hiporesa tersebut ditolak.
5.8. Membuat laporan ilmiah
Langkah terakhir dari suatu penelitian ilmiah adalah membuat laporan ilmiah tentang hasil-hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut. Penulisan secara ilmiah mempunyai teknik tersendiri.
Sedangkan menurut Suryabrata (1989) langka-langka penelitian meliputi 11 langkah, yaitu :
1. Identifikasi, Pemilihan dan Perumusan Masalah Penelitian
1.1 Identifikasi Masalah Penelitian
Masalah penelitian dapat bersumber dari :
a. Bacaan, terutama bacaan yang berisi laporan hasil penelitian
b. Seminar, diskusi, konferensi dan lain-lain pertemuan ilmiah
c. Pernyataan pemegang otoritas
d. Pengamatan selintas
e. Pengalaman pribadi
f. Perasaan intuitif
1.2 Pemilihan masalah penelitian
Dalam memilih masalah penelitian ada 2 hal yang perlu dijadikan pertimbangan yaitu :
a. Pertimbangan dari arah masalahnya
b. Pertimbangan dari arah calon peneliti
1. 3 Perumusan masalah penelitian
a. Perumusan hendaklah dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya
b. Rumusan hendaklah padat dan jelas
c. Rumusan itu hendaknya memberi petunjuk tentang mungkinnya mengumpulkan data guna menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkandung dalam rumusan itu.

2. Penelaahan Kepustakaan
a. Penelaahan sumber-sumber yang berupa buku
b. Pemilihan berdasarkan pada prinsip:
1. Relevansi
2. Kemutakhiran ( kecuali studi sejarah )
c. Penelaahan sumber-sumber yang berupa laporan hasil penelitian. Penilikan berdasarkan atas prinsip :
1. Relevansi
2. Kemutakhiran
3. Bobot
3. Perumusan Hipotesis
Perumusan hipotesis hendaklah mempertimbangkan:
a. Hipotesis hendaklah menyatakan pertautan antara dua variabel atau lebih
b. Hipotesis hendaklah dinyatakan dalam kalimat deklaratif atau pernyataan.
c. Hipotesis hendaklah dirumuskan secara jelas dan padat
d. Hipotesis hendaklah dapat diuji, artinya hendaklah orang mungkin mengumpulkan data menguji
kebenaran hipotesis itu.

4. Identifikasi, Klasifikasi dan Pendefinisian Variabel
a. Mengidentifikasi variabel.
Variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian atau faktor-faktor yang berperanan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti
b. Mengklarifikasi variabel
Berdasarkan proses kauantifikasinya, variabel digolongkan menjadi:
1. Variabel nominal
2. Variabel ordinal
3. Variabel interval
4. Variabel rasio

Berdasarkan atas fungsinya dalam penelitian variabel dibedakan menjadi:
1. Variabel tergantung
2. Variabel bebas
3. Variabel moderator
4. Variabel kendali
5. Variabel rambang

c. Merumuskan definisi operasional variabel-variabel
Definisi operasional dirumuskan berdasarkan atas sifat-sifat hal yang didefinisikan yang dapat diamati (diobservasi)
1. Yang berdasar atas kegiatan-kegiatan (operations) yang harus dilakukan agar yang didefinisikan itu terjadi
2. Yang berdasar atas bagaimana hal yang didefinisikan itu nampaknya (seringkali menunjuk kepada alat pengambil datanya)

5. Pemilihan atau Pengembangan Alat Pengambil Data

Alat pengambil data harus memenuhi syarat-syarat:
1. Validitas
2. Reliabilitas

6. Penyusunan rancangan penelitian
7. Penentuan sampel
8. Pengumpulan data
9. Pengolahan dan analisis data
10. Interpretasi hasil analisis
11. Penyusunan laporan

Dari beberapa pendapat para pakar yang telah disebutkan di atas dapat di ambil suatu kesimpulan bahwa pelaksanaan kegiatan penelitian dibagi dalam empat fase/tahap kegiatan, yaitu :
1. Persiapan
2. Pengumpulan data/informasi
3. Pengolahan data/informasi
4. Penulisan laporan penelitian
Pada intinya langkah-langkah penelitian sama dengan langkah-langkah dalam metode ilmiah. Bagi penelitian remaja atau penelitian yang dilakukan oleh siswa SLTP dan SLTA dapat digunakan langkah-langkah penelitian sebagai berikut :

  1. Identifikasi, Pemilihan dan Perumusan Masalah Penelitian

Yaitu menetapkan masalah penelitian, apa yang dijadikan masalah penelitian dan apa obyeknya. Sedangkan mengidentifikasi atau menyatakan masalah yang spesifik dilakukan dengan mengajukan pertanyaan penelitian ( research question), yaitu pertanyaan yang belum dapat memberikan penjelasan yang memuaskan berdaarkan teori (hokum/dalil) yang ada.

Ada beberapa hal yang diperlukan dalam menemukan suatu masalah pada suatu kegiatan, yaitu mengamati apakah yang seharusnya terjadi memang terjadi seperti yang dimaksud ataukah tidak; apakah terdapat pandangan, pendapat atau sikap yang berbeda terhadap hal yang sama; dan memperkirakan apakah yang akan timbul sebagai akibat sekiranya proses yang biasa itu diubah, ditiadakan atau diganti.

2. Telaah Kepustakaan
Penelitian dimulai dengan penelusuran/telaah pustaka yang berhubungan dengan subyek penelitian tersebut. Penelusuran pustaka merupakan langkah pertama untuk mengumpulkan informasi yang relevan untuk penelitian. Penelusuran pustaka dapat menghindarkan duplikasi pelaksanaan penelitian. Dengan penelusuran pustaka dapat diketahui penelitian yang pernah dilakukan dan dimana hal itu dilakukan.

3. Merumuskan hipotesis
Hipotesis dapat diartikan sebagai pendapat sementara yang dianggap benar sebelum dapat diuji kebenarannya, karena itu hipotesis perlu dirumuskan secara teliti, terinci dan baik sebab bukan tidak mungkin hipotesis yang dituliskan merupakan jawaban yang sebenarnya terhadap permasalahan penelitian. Merumuskan hipotesis yang baik sangat berguna untuk menjelaskan masalah, petunjukpemilihan metodologi yang tepat dan menyusun langkah dan pembuktian penelitian.

Hipotesis merupakan salah satu bentuk konkrit dari perumusan masalah. Dengan adanya hipotesis, pelaksanaan penelitian diarahkan untuk membenarkan atau menolak hipotesis. Pada umumnya hipotesis dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menguraikan hubungan sebab-akibat antara variabel bebas dan tak bebas gejala yang diteliti. Hipotesis mempunyai peranan memberikan arah dan tujuan pelaksanaan penelitian, dan memandu ke arah penyelesaiannya secara lebih efisien. Hipotesis yang baik akan menghindarkan penelitian tanpa tujuan, dan pengumpulan data yang tidak relevan. Tidak semua penelitian memerlukan hipotesis.

Ciri-ciri hipotesis yang baik adalah, logis tumbuh dari atau ada hubungannya dengan lapangan ilmu pengetahuan yang sedang dijelajahi oleh peneliti remaja; jelas, sederhana, dan terbatas; dan dapat diuji. Kegagalan merumuskan hipotesis yang baik akan mengaburkan hasil penelitian. Hipotesis yang abstrak bukan saja membingungkan prosedur penelitian, tetapi juga sukar diuji secara empiris (pengalaman pengamatan).

3.1 Rumusan Hipotesis
Ada beberapa persyaratan untuk merumuskan hipotesis, diantaranya adalah :
a) Hipotesis dirumuskan dalam kalimat berita, bukan dalam kalimat tanya.
b) Hipotesis harus jelas tidak bermakna ganda.
c) Hipotesis dirumuskan secara opreasional sehingga memudahkan pengujiannya.

Misalnya, hipotesis yang berbunyi : “ Laku penampilan guru yag baik berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa” kurang operasional dibandingkan misalnya “ Sikap guru yang demokratis akan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa “.

3.2 Macam-Macam Hipotesis
Macam-macam hipotesis yang sering dijumpai adalah :

a) Hipotesis Deskriptif
Hipotesis “lukisan”, menunjukkan dugaan sementara bagaimana (how) benda-benda, peristiwa-peristiwa, atau variable-variabel itu terjadi. Hipotesis ini menggambarkan karakteristik suatu sample menurut variable tertentu.
Contoh : Proporsi siswa yang kaya hasrat untuk maju yang menyusun tesis bermutu lebih banyak daripada yang miskin hasrat untuk maju.
b) Hipotesis Argumentasi
Hipitesis “penjelasan” , menunjukkan dugaan sementara tentang mengapa (why) benda-benda, peristiwa-peristiwa, atau variable-variabel itu terjadi. Hipotesis ini merupakan pernyataan sementara yang diatur secara sistematis sehingga salah satu pernyataan merupakan kesimpulan (konsekuen) dari pernyataan yang lainnya (antiseden).
c) Hipotesis Kerja
Merupakan hipotesis yang meramalkan atau menjelaskan akibat-akibat dari suatu variable yang menjadi penyebabnya. Jadi hipotesis ini menjelaskan suatu ramalan bahwa jika suatu variable berubah maka variable tertentu akan berubah pula.
Rumusan Hipotesis Kerja ( H1 ) :
(1) Jika………….., maka………………..
Contoh :
H1 : Jika orang banyak makan, maka berat badanya akan naik
(2) Ada perbedaan antara……….. dan ……………….
Contoh :
H1 : Ada perbedaan antara penduduk kota dan penduduk desa dalam cara berpakaian.
d) Hipotesis Nol / Hipotesis Statistik
Hipotesis statistic bertujuan memeriksa ketidakbenaran suatu dalil/teori dengan perangkat statistic/matematik, yang selanjutnya akan ditolak melalui bukti-bukti yang sah. Hipotesis nol kebalikan dari hipotesis kerja.
Rumusan hipotesis nol ( H0 ) :
(1) Tidak ada perbedaan antara ……………. dengan …………………
Contoh :
H0 : Tidak ada perbedaan antara siswa tingkat I dengan iswa tingkat II dalam disiplin belajar.
(2) Tidak ada pengaruh ……………… terhadap ………………….
Contoh :
H0 : Tidak ada pengaruh jarak rumah ke sekolah terhadap kerajinan siswa berangkat ke sekolah

4. Identifikasi dan Klasifikasi Variabel
Variabel penelitian adalah faktor yang apabila diukur memberikan nilai yang bervariasi ( H. Purwo Sutanto & Yuli Pratomo Akhadi : 2007). Peneliti perlu menentukan variabel-variabel penelitian. Misalnya, apabila seorang peneliti ingin menyelidiki apakah benar bahwa susu menyebabkan badan menjadi gemuk, maka yang menjadi obyek penelitiannya adalah susu dan berat badan orang. Maka susu dan berat badan merupakan variabel penelitian.
Ada beberapa jenis variabel yang dipakai dalam penelitian, yaitu antara lain :
a. Variabel Variabel Bebas atau Variabel Penyebab (Independent Variable), yaitu variabel yang mempengaruhi variabel yang lain atau diduga sebagai penyebab timbulnya variabel yang lain. Variabel bebas disebut juga variabel X.
b. Variabel Tergantung atau Variabel Terikat (Dependen Variable), yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas atau variabel yang muncul sebagai akibat dari variabel bebas. Variabel terikat disebut juga variabel Y.
Dalam contoh penelitian di atas susu merupakan variabel bebas ( X )dan berat badan merupakan variabel terikat ( Y ).
c. Variabel Moderator, yaitu variabel-variabel atau factor-faktor lain yang mempengaruhi jalanya penelitian.
d. Variabel Kontrol, yaitu variabel yang dikontrol oleh peneliti untuk menetralkan pengaruhnya terhadap variabel tergantung.
Misalnya, jika peneliti ingin mengetahui apakah ada perbedaan hasil belajar siswa kelas X SMK yang diajar dengan strategi problem solving dengan siswa yang diajar dengan metode latihan ?
Maka yang dijadikan sebagai variabel moderator misalnya adalah sarana belajar mengajar, kemampuan dasar siswa, latar belakang siswa, lingkungan belajar siswa, dan lain-lain. Sedangkan variabel kontrolnya berupa siswa kelas X SMK yang tidak diajar dengan metode problem solving maupun metode latihan.

5. Merumuskan Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel tidak menjelaskan definisi variabel secara istilah seperti dalam kamus, tetapi menjelaskan definisi atau pengertian variabel yang dikehendaki oleh peneliti. Misalnya, jika ada variabel hasil belajar siswa maka definisi operasional variabel yang dikehendaki peneliti adalah skor tes harian siswa, skor tes semester siswa dan lain-lain.

6. Menetapkan Rancangan Penelitian / Desain Penelitian
Apakah desain eksperimen itu ? Desain eksperimen adalah suatu rancangan percobaan dengan setiap langkah tindakan yang terdefinisikan, sehingga informasi yang diperlukan atau berhubungan dengan persoalan yang akan diteliti dapat dikumpulkan secara faktual. Dengan kata lain, desain sebuah eksperimen merupakan langka-langkah lengkap yang perlu diambil jauh sebelum eksperimen dilakukan agar data yang semestinya diperlukan dapat diperoleh sehingga akan membawa ke analisis obyektif dan kesimpulan yang berlaku dan tepat menjawab persoalan yang dibahas.
Desain penelitian atau rancangan penelitian mengatur sistematika yang akan dilaksanakan dalam penelitian. Memasuki langkah ini peneliti harus memahami berbagai metode dan teknik penelitian. Metode dan teknik penelitian disusun menjadi rancangan penelitian. Mutu keluaran penelitian ditentukan oleh ketepatan rancangan penelitian.

7. Menetapkan Populasi dan Sampel
Populasi didefinisikan sebagai himpunan atau kelompok (yang lengkap atau sempurna) dari semua unit penelitian yang mungkin. Jumlah populasi dapat diketahui ataupun tidak dapat diketahui. Jadi populasi adalah keseluruhan obyek penelitian. Obyek penelitian terdiri dari unit-unit penelitian. Unit penelitian dapt berupa orang (individu), rumah tangga, kelompok, organisasi,lembaga dan lain-lain.
Populasi dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Populasi Target adalah populasi yang merupakan sumber informasi representative yang diinginkan.
b. Populasi Contoh atau Populasi Sampel ( populasi Penelitian) adalah populasi dari mana suatu contoh atau sampel benar-benar diambil.
Misalnya, seorang peneliti ingin mempelajari kependudukan di Provinsi Jawa Tengah dengan mengambil sampel di tiga kabupaten/kota di Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Tegal, Kota Tegal, dan Kabupaten Brebes. Dalam hal ini, penduduk Jawa Tengah populasi target dan penduduk di tiga kabupaten/kota merupakan populasi sampel.

Sampel atau contoh adalah anggota populasi yang dianggap dapat mewakili obyek penelitian.

8. Menentikan Alat Pengambil Data atau Instrument Penelitian
9. Pengumpulan Data
10. Pengolahan dan Analisis Data
11. Menulis Laporan Penelitian

Pustaka
Wiratha, I Made. 2005. Pedoman Penulisan : Usulan Penelitian, Skripsi dan Tesis. Cetakan Pertama. Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Nasution, S. 2006. Metode Risearch. Cetakan 8. Jakarta : Bumi Aksara.
Arifin, E. Zaenal. 1987. Dasar-Dasar Penulisan Karangan Ilmiah. Cetakan 8. Jakarta: PT Gramedia.
Sutrisno dan SRDm Rita Hanafie. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Andi.
Djuharie, O. Setiawan. 2001. Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, Disertasi. Bandung: Yrama Widya.
Djuharie, O. Setiawan. 2001. Panduan Membuat Karya Tulis: Resensi, Laporan Buku, skripsi, Tesis, Artikel, Makalah, Berita, Essei, Dll. Bandung. Yrama Widya.
Sutano, H. Purwo dan Yuli Pratomo Akhadi. 2007. Ilmu Pengetahuan Alam Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) / Madrasah aliyah Kejuruan ( MAK). Klaten: Saka Mitra Kompetensi.
A. Nashrudin, S.IP, M,Si . 2008. Apakah yang Dimaksud Metode Ilmiah. http://dossuwanda.wordpress.com/.
- 2008. ” Kerja Ilmiah ”. http://sma-pgri-cianjur.blogspot.com/.
Rusdi, Ibnu. 2008. ” Pengertian Penelitian.” http://ibnurusdi.wordpress.com/
Supardi. 2008. ” Penelitian Eksperimen 2: Penelitian Eksperimen Bagian II ”. http://mariacholifah.blogspot.com/2008/03/penelitian-eksperimen_30.html

Ahmad Kurnia El-Qornidi 10/14/2008 02:07:00 PM

Selasa, 2008 Desember 02

Beberapa segi suatu teori

Ada beberapa hal yang berhubungan suatu teori dalam penelitian kualitatif antara lain pengertian dan fungsi teori, bentuk formulasi suatu teori, teori substantif dan teori formal dan unsur-unsur suatu teori.

Definisi Teori.
Snelbecker (1974:31) menangartikan teori sebagai seperangkat proposisi yang berinteraksi secara sintaksi dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati. Sehingga membagi empat fungsi dari teori yaitu :
  • Mengsistematiskan penemuan-penemuan penelitian.
  • Menjadi pendorong untuk menyusun hipotesis dan dengan hipotesis membimbing peneliti mencari jawaban.
  • Membuat ramalan atas daar penemuan
  • Menyajikan penjelasan dan dalam hal ini, untuk menjawab pertanyaan mengapa.
Sedang Mark dan Goodson (1976:235) sebagai aturan yang menjelaskan proposisi yang berkaitan dengan beberapa fenomena alamiah dan terdiri atas referesentasi simbolik dari a).hubungan yang bisa diamati diantara kejadian-kejadian. b). mekanisme atau struktur yang diduga mendaari hubungan demikian. c).hubungan yang disimpulkan serta manefestasi hubungan empiris apapun secara langsung.
Bentuk formulasi teori.
glasser dan staruss (1980:31) untuk keperluan penelitian kualitatif yang dikenal dengan teori dari dasar penyajian suatu teori dapat dilaksnakan dalam dua bentuk : a). penyajian dalam bentuk seperangkat proposisi atau secara proposional b). dalam bentuk diskusi teoritis yang memanfaatkan kategori konseptual dan kawasannya.
Teori substantif dan teori formal.
Teori substantif adalah teori yang dikembangkan untuk keperluan substantif atau empiris dalam inkuiri suatu ilmu pengetahuan. sedang teori formal teori untuk keperluan atau yang disusun secara konseptual dalam bidang inkuiri suatu ilmu pengetahuan.
Unsur-unsur teori
unsur teori dibentuk melalui analisa perbandingan meliputi, a). kategori konseptual dan kawasan konseptual. b). hipotesis kerja atau hubungan generalisasi diantara kategori dan kawasannya. c). integrasi

Ahmad Kurnia El-Qornidi 12/02/2008 04:56:00 PM


Landasan teoritis penelitian kualitatif

Pada dasarnya landasan teoritis dari penelitian kualitatif adalah sebuah fenomenologi sedangkan yang lainnya yaitu interaksi simbolik, kebudayaan dan etnometodologi diajadikan sebagai dasar tambahan yang melatar belakangi secara teoritis penelitian kualitatif. Bogdan Biklen mengistilahkan dengan paradigma sebagai kumpulan longgar tentang asumsi secara logis dianut bersama, konsep atau preposisi yang mengarahkan cara berpikir dan cara penelitian.
Fenomenologi
Fenomenologi (Huserl) diartikan sebagai : 1). Pengalaman subjectif atau pengalaman fenomenologikal. 2). Suatu studi tentang kesadaran dari prespektif pokok dari seseorang. bisa dikatakan fenomenologi dibgunakan sebagai prespektif filosopi dan juga digunakan sebagai pendekatan dalam metodologi kualitatif. Ada beberapa ciri pokok fenomeologis yang dialkuakn oleh peneliti fenomenologis yaitu :
  1. Fenomenologis cenderung mempertentangkannya dengan naturalisme yaitu yang disebut objectivisme dan positivisme yang telah berkembang sejak jaman renaisans.
  2. Secara pasti fenomenologis cenderung memmastikan kognisi yang mengacu pada apa yang dinamakan oleh Huserl dengan 'evidenz' yaitu sebuah kesadaran tentang suatu benda itu sendiri secara jelas dan berbeda dengan yang lainnya dan mencakup untuk suatu dari segi itu.
  3. Fenomenologis cenderung percaya bahwa bukan hanya sesuatu benda yang ada dalam dunia alam dan budaya.

Interaksi simbolik
Interaksi simbolik yang berapendapat bahwa pengalaman manusia ditengahi oleh penafsiran. Jadi penafsiran itu menjadi esensial. interaksi simbolik menajdai paradigma konseptual melebihi dorongan dari dalam, sifat-sifat pribadi, motivasi yang tidak disadari, kebetulan, status sosial ekonomi, kewajiban peranan, resep budaya, mekanisme pengawasan masyarakat atau lingkungan pisik lainnya.
Grounded theory (Glaser dan Strauss)
Bependapat suatu teori muncul dari data atau sebuah pendekatan metode penelitian kualitatif yang menggunakan seperangkat prosedur sistematik untuk mengembangkan teori dari dasar uyang dieproleh secara induktif tentang suatu fenomenon. Ada bebrapa strategi analisis kunci antara lain :
  • Koding adalah proses untuk membuat kategorisasi data kualitatif dan juga untuk menguraikan implikasi dan rincian dari kategorinya.
  • Memoing adalah proses mencatat pemikiran-pemikiran dan gagasan dari peneliti sewaktu hal-hal itu muncul selama studi.
  • Diagram terpadu dan sesi digunakan untuk menarik seluruh rincaian menajdi satu, untuk membantu agar data itu menjadi berarti dengan mengarahkan diri kepada teori yang muncul.
Ahmad Kurnia El-Qornidi 12/02/2008 04:22:00 PM 0 komentar Link ke posting ini

Kamis, 2008 September 04

Kondisi Skripsi Kualitatif

Menarik sekali hasil penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2007), yang meneliti tentang skripsi kualitatif para kandidat sarjana peserta sidang skripsi di lingkungan Fikom Unisba, periode 20-23 Agustus 2007. Ruang lingkup penelitian sendiri menyangkut: (1) tanggapan terhadap latarbelakang memilih metode kualitatif, (2) kapabilitas pengajar MPK dan guru pembimbing dalam penguasaan metode kualitatif, (3) tingkat kesulitan mengerjakan metode kualitatif, dan (4) serta isu-isu lain yang perlu dicermati.
Berikut temuan hasil penelitiannya:
1. Faktor Alasan
Alasan dominan mengerjakan skripsi, menurut responden, adalah karena metode kualitatif memang sesuai dengan permasalahannya (83.33%). Seorang responden (5.55%) memilih metode kualitatif setelah berdiskusi dengan pembimbing dan koleganya. Sementara, dua responden lainnya (11.11%) menyatakan bahwa pemilihan metode tersebut didasari hasil pembacaan terhadap skripsi lain, yang kebetulan meneliti konsep atau gagasan yang sama.
2. Faktor Durasi
Hasil angket menunjukkan, 50% responden menyusun skripsi dalam jangka waktu yang sangat singkat untuk kategori skripsi kualitatif, yaitu kurang dari 4 bulan saja. Sementara itu, dua siswa makan waktu lebih dari setahun untuk menyusun skripsinya (12.5 bulan dan 18 bulan). Masalah utamanya, menurut ybs., adalah karena tingkat kesulitan skripsinya (dengan metode interaksionisme simbolik) dan gangguan pekerjaan.
3. Sumber Pertama Mengenal Metode Kualitatif
Guru mata kuliah metode riset (MPK) menjadi sumber pertama bagi siswa dalam mengenal metode kualitatif (83.33%). Guru mata kuliah lainnya, guru wali, teman, dan lingkungan lain, sangat sedikit berperan.
4. Keistimewaan Metode Kualitatif.
Pilihan bahwa metode kualitatif itu istimewa karena tidak perlu menggunakan angka dan rumus hampir ada dalam setiap jawaban. Bahwa metode kualitatif dianggap istimewa karena dapat mengeksplorasi permasalahan lebih mendalam.
5. Kesulitan Metode Kualitatif
Minat menggunakan metode kualitatif dalam penelitian/skripsi, ternyata tidak ditunjang oleh sarana yang memadai. Siswa mengeluhkan tidak adanya format penelitian yang baku.
6. Tentang Guru Pembimbing
Ada kontradiktif tentang guru pembimbing yang dinilai tidak banyak berperan sehingga menimbulkan kesulitan dalam penggarapan skripsi dengan metode kualitatif. Namun dalam indikator lain, siswa justru sangat mengapresiasi peran guru pembimbing.
7. Tentang Guru MPK
Hanya 4 responden (22.22%) yang merasa guru pengajar MPK sangat membantu memperkenalkan metode kualitatif! Setengah lainnya (9 responden), menganggap ‘biasa-biasa’ saja perannya. Bahkan ada jawaban ‘kurang membantu’ (22.22%) dan ‘tidak membantu’ 5.55%).
8. Tingkat kesulitan mengerjakan Skripsi Dengan Metode Kualitatif
Tingkat kesulitan responden tampaknya berbeda-beda, demikian pula bagian yang menurut responden paling sulit. Tapi membangun kerangka pemikiran dipilih paling banyak sebagai bagian skripsi yang paling sulit digarap (22.22%). Tiga responden memilih perumusan latar belakang sebagai bagian tersulit (16.67%). Dua responden tersandung pada ‘analisis’ dan ‘penyimpulan’, sisanya mengaku bagian tersulit adalah pada metodologi, pengumpulan data, dan penyusunan laporan penelitian (dalam bentuk skripsi).
9. Manfaat Meneliti Dengan Metode Kualitatif
Secara umum terbagi menjadi dua kategori: a) Manfaat metodologis. Peneliti yang mendapatkan manfaat metodologis umumnya mengaku menjadi lebih memahami seluk-beluk penelitian kualitatif baik dalam tataran praktik maupun teoritik. B) Manfaat personal. Manfaat personal umumnya tertuju pada pengalaman yang diperoleh pengembangan pribadi.

Terakhir, penelitian ini ingin mengetahui apakah metode kualitatif memang layak untuk terus diajarkan, dan perlu diberi tambahan porsi waktu. Hasilnya 100 persen menjawab perlu.
Ahmad Kurnia El-Qornidi 9/04/2008 03:58:00 PM 0 komentar Link ke posting ini

Ex Post Facto-Research

“Experimental research, where the researcher manipulates the independent variable , whilst the dependable variable are controlled with the aim of establishing the effect of the independent variable on the dependable variable, is also applicable.
The term ex post facto according to Landman (1988: 62) is used to refer to an experiment in which the researcher, rather than creating the treatment, examines the effect of a naturally occurring treatment after it has occurred. In other words it is a study that attempts to discover the pre-existing causal conditions between groups.
It should, however, be pointed out that the most serious danger of ex post facto-research is the conclusion that because two factors go together, one is the cause and the other is the effect.
Jacobs et al. (1992: 81) refers to the following procedures when conducting ex post facto-research:
The. first step should be to state the problem.
Following this is the determination of the group to be investigated. Two groups of the population that differ with regard to the variable, should be selected in a proportional manner for the test sample.
Groups, according to variables, are set equal by means of paring off and statistical techniques of identified independent and dependent variables.
Data is collected. Techniques like questionnaires, interviews, literature search etc:. are used to determine the differences.
Next follows the interpretation of the research results. The hypothesis is either confirmed or rejected.
Lastly it should be mentioned that this type of research has shortcomings, and that only partial control is possible.
Tipe-Tipe Desain Penelitian
Secara garis besar ada dua macam tipe desain, yaitu: Desain Ex Post Facto dan Desain Eskperimental. Faktor-faktor yang membedakan kedua desain ini ialah pada desain pertama tidak terjadi manipulasi variabel bebas sedang pada desain yang kedua terdapat adanya manipulasi variabel bebas. Tujuan utama penggunaan desain yang pertama ialah bersifat eksplorasi dan deskriptif; sedang desain kedua bersifat eksplanatori (sebab akibat). Jika dilihat dari sisi tingkat pemahaman permasalahan yang diteliti, maka desain ex post facto menghasilkan tingkat pemahaman persoalan yang dikaji pada tataran permukaan sedang desain eksperimental dapat menghasilkan tingkat pemahaman yang lebih mendalam. Kedua desain utama tersebut mempunyai sub-sub desain yang lebih khusus. Yang termasuk dalam kategori pertama ialah studi lapangan dan survei. Sedang yang termasuk dalam kategori kedua ialah percobaan di lapangan (field experiment) dan percobaan di laboratorium (laboratory experiment)
Sub Desain Ex post Facto
Studi Lapangan
Studi lapangan merupakan desain penelitian yang mengombinasikan antara pencarian literature (Literature Study), survei berdasarkan pengalaman dan / atau studi kasus dimana peneliti berusaha mengidentifikasi variabel-variabel penting dan hubungan antar variabel tersebut dalam suatu situasi permasalahan tertentu. Studi lapangan umumnya digunakan sebagai sarana penelitian lebih lanjut dan mendalam.
Survei
Desain survei tergantung pada penggunaan jenis kuesioner. Survei memerlukan populasi yang besar jika peneliti menginginkan hasilnya mencerminkan kondisi nyata. Semakin sampelnya besar, survei semakin memberikan hasil yang lebih akurat. Dengan survei seorang peneliti dapat mengungkap masalah yang banyak, meski hanya sebatas di permukaan. Sekalipun demikian, survei bermanfaat jika peneliti menginginkan informasi yang banyak dan beraneka ragam. Metode survei sangat populer karena banyak digunakan dalam penelitian bisnis. Keunggulan survei yang lain ialah mudah melaksanakan dan dapat dilakukan secara cepat.
Validitas
Validitas berkaitan dengan persoalan untuk membatasi atau menekan kesalahan-kesalahan dalam penelitian sehingga hasil yang diperoleh akurat dan berguna untuk dilaksanakan. Ada dua validitas, yaitu validitas internal dan validitas eksternal.
a. Validitas Internal
Validitas internal adalah tingkatan dimana hasil-hasil penelitian dapat dipercaya kebenarannya. Validitas internal merupakan hal yang esensial yang harus dipenuhi jika peneliti menginginkan hasil studinya bermakna. Sehubungan dengan hal tersebut, ada beberapa hal yang menjadi kendala untuk memperoleh validitas internal
  1. - Sejarah (History): Faktor ini terjadi ketika kejadian-kejadian eksternal dalam penyelidikan yang dilakukan mempengaruhi hasil-hasil penelitian.
  2. Maturasi (Maturation): Adanya perubahan-perubahan yang terjadi pada diri responden dalam kurun waktu tertentu, seperti tambahnya usia ataupun adanya faktor kelelahan dan kejenuhan.
  3. Testing: Efek-efek yang dihasilkan oleh proses yang sedang diteliti yang dapat mengubah sikap ataupun tindakan responden.
  4. Instrumentasi: Efek yang terjadi disebabkan oleh perubahan-perubahan alat dilakukan penelitian
  5. Seleksi: Efek tiruan dimana prosedur seleksi mempengaruhi hasil-hasil studi
  6. Mortalitas: Efek adanya hilangnya atau perginya responden yang diteliti.
b. Validitas Eksternal
Validitas eksternal ialah tingkatan dimana hasil-hasil penelitian dapat digeneralisasi pada populasi, latar dan hal-hal lainnya dalam kondisi yang mirip. Hal-hal yang menjadi sumber-sumber validitas eksternal ialah:
  1. Interaksi Testing: Efek-efek tiruan yang dibuat dengan menguji responden akan mengurangi generalisasi pada situasi dimana tidak ada pengujian pada responden.
  2. Interaksi Seleksi: Efek dimana tipe-tipe responden yang mempengaruhi hasil-hasil studi dapat membatasi generalitasnya.
  3. Interaksi Setting: Efek tiruan yang dibuat dengan menggunakan latar tertentu dalam penelitian tidak dapat direplikasi dalam situasi-situasi lainnya.
Desain Spesifik Ex Post Facto
Sebelum membicarakan desain spesifik Ex Post facto, sistem notasi yang digunakan perlu diketahui terlebih dahulu. Sistem notasi tersebut adalah sebagai berikut:
X: Digunakan untuk mewakili pemaparan (exposure) suatu kelompok yang diuji terhadap suatu perlakuan eksperimental pada variabel bebas yang kemudian efek pada variabel tergantungnya akan diukur.
O: Menunjukkan adanya suatu pengukuran atau observasi terhadap variabel tergantung yang sedang diteliti pada individu, kelompok atau obyek tertentu.
R: Menunjukkan bahwa individu atau kelompok telah dipilih dan ditentukan secara random untuk tujuan-tujuan studi.
Ex Post Facto
Sebagaimana disebut sebelumnya bahwa dalam desain Ex Post Facto tidak ada manipulasi perlakukan terhadap variabel bebasnya maka sistem notasinya baik studi lapangan atau survei hanya ditulis dengan O atau O lebih dari satu.
Contoh 1: Penelitian dilakukan dengan menggunakan dua populasi, yaitu Perusahaan A dan Perusahaan B, maka notasinya:
O1
O2
Dimana:
O1 merupakan kegiatan observasi yang dilakukan di perusahaan A dan O2 merupakan kegiatan observasi yang dilakukan di perusahaan B.
Contoh 2: Secara random kita meneliti 200 perusahaan dari populasi 1000 perusahaan mengenai sistem penggajiannya. Survei dilakukan dengan cara mengirim kuesioner pada 200 manajer, maka konfigurasi desainnya akan seperti di bawah ini:
(R) O1
Dimana:
O1 mewakili survei di 200 perusahaan dengan memberikan kuesioner kepada 200 manajer yang dipilih secara random (R ).
Apabila sampel yang sama kita teliti secara berulang-ulang, misalnya selama tiga kali dalam tiga bulan berturut-turut, maka notasinya adalah:
(R) O3
dimana:
O1 merupakan observasi yang pertama,
O2 merupakan observasi yang kedua dan
O3 merupakan observasi yang ketiga.
Ahmad Kurnia El-Qornidi 9/04/2008 02:17:00 PM 0 komentar Link ke posting ini

Penelitian Kausal-Komparatif

Tujuan

Tujuan dari penelitian kausal-komparatif adalah untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab-akibat dengan cara berdasar atas pengamatan terhadap akibat yang ada dan mencari kembali faktor yang mungkin menjadi penyebab melalui data tertentu. Hal ini berlainan dengan metode eksperimental yang mengumpulkan datanya pada waktu kini dalam kondisi yang dikontrol.

Contoh-contoh

Penelitian mengenai faktor-faktor yang menjadi ciri-ciri pribadi yang gampang dan tidak gampang mendapat kecelakaan dengan menggunakan data yang berwujud catatan-catatan yang ada pada perusahaan asuransi.

Mencari pola tingkah laku dan prestasi belajar yang berkaitan dengan perbedaan umur pada waktu masuk sekolah, dengan cara menggunakan data deskriptif mengenai tingkah laku dan skor test prestasi belajar yang terkumpul sampai anak-anak yang bersangkutan berada di kelas VI SD.

Penelitian untuk menentukan ciri-ciri guru yang efektif dengan mempergunakan data yang berupa catatan mengenai sejarah pekerjaan selengkap mungkin.

Ciri-ciri pokok

Penelitian kausal-komparatif bersifat ex post facto, artinya data dikumpulkan setelah semua kejadian yang dipersoalkan berlangsung (telah lalu). Penelitian mengambil satu atau lebih akibat (sebagai “dependent variables”) dan menguji data itu dengan menelusur kembali ke masa lampau untuk mencari sebab-sebab, saling hubungan dan maknanya.

Keunggulan-keunggulan

Metode kausal-komparatif adalah baik untuk berbagai keadaan kalau metode yang lebih kuat, yaitu metode eksperimental, tak dapat digunakan ketika:

- Apabila tidak selalu mungkin untuk memilih, mengontrol dan memanipulasikan faktor-faktor yang perlu untuk menyelidiki hubungan sebab-akibat secara langsung.

- Apabila pengontrolan terhadap semua variabel kecuali variabel bebas sangat tidak realistis dan dibuat-buat, yang mencegah interaksi normal dengan lain-lain variabel yang berpengaruh.\

- Apabila kontrol di laboratorium untuk berbagai tujuan penelitian adalah tidak praktis, terlalu mahal, atau dipandang dari segi etika diragukan/ dipertanyakan.

Studi kausal-komparatif menghasilkan informasi yang sangat berguna mengenai sifat-sifat gejala yang dipersoalkan: apa sejalan dengan apa, dalam kondisi apa, pada perurutan dan pola yang bagaimana, dan yang sejenis dengan itu.

Perbaikan-perbaikan dalam hal teknik, metode statistik, dan rancangan dengan kontrol parsial, pada akhir-akhir ini telah membuat studi kausal-komparatif itu lebih dapat dipertanggungjawabkan.

Kelemahan-kelemahan

Kelemahan utama setiap rancangan ex post facto adalah tidak adanya kontrol terhadap variabel bebas. Dalam batas-batas pemilihan yang dapat dilakukan, peneliti harus mengambil fakta-fakta yang dijumpainya tanpa kesempatan untuk mengatur kondisi-kondisinya atau memanipulasikan variabel-variabel yang mempengaruhi fakta-fakta yang dijumpainya itu. Untuk dapat mencapai kesimpulan yang sehat, peneliti harus mempertimbangkan segala alasan yang mungkin ada atau hipotesis-hipotesis saingan yang mungkin diajukan yang dimungkinkan mempengaruhi hasil-hasil yang dicapai. Sejauh peneliti dapat dengan sukses membuat justifikasi kesimpulannya terhadap alternatif-alternatif lain itu, dia ada dalam posisi yang secara relatif kuat.

Adalah sulit untuk memperoleh kepastian bahwa faktor-faktor penyebab yang relevan telah benar-benar tercakup dalam kelompok faktor-faktor yang sedang diselidiki.

Kenyataan bahwa faktor penyebab bukanlah faktor tunggal, melainkan kombinasi dan interaksi antara berbagai faktor dalam kondisi tertentu untuk menghasilkan efek yang disaksikan, menyebabkan masalah menjadi sangat kompleks.

Suatu gejala mungkin tidak hanya merupakan akibat dari sebab-sebab ganda, tetapi dapat pula disebabkan oleh sesuatu sebab pada kejadian tertentu dan oleh lain sebab pada kejadian lain.

Apabila saling hubungan antara dua variabel telah diketemukan, mungkin sulit untuk menentukan mana yang sebab dan mana yang akibat.

Kenyataan bahwa dua atau lebih faktor saling berhubungan tidaklah selalu memberi implikasi adanya hubungan sebab-akibat. Kenyataan itu mungkin hanyalah karena faktor-faktor tersebut berkaitan dengan faktor lain yang tidak diketahui atau tidak terobservasi.

Menggolong-golongkan subjek ke dalam kategori dikotomi (misalnya: golongan pandai dan golongan bodoh) untuk tujuan pembandingan, menimbulkan persoalan-persoalan, karena kategori-kategori seperti itu bersifat kabur , bervariasi dan tidak mantap. Seringkali penelitian yang demikian itu tidak menghasilkan penemuan yang berguna.

Studi komparatif dalam situasi alami tidak memungkinkan pemilihan subjek secara terkontrol. Menempatkan kelompok yang telah ada yang mempunyai kesamaan dalam berbagai hal kecuali dalam hal dihadapkannya pada kepada variabel bebas adalah sangat sulit.

Langkah-langkah pokok
  1. Mendefinisikan masalah
  2. Melakukan penelaahan kepustakaan
  3. Merumuskan hipotesis-hipotesis
  4. Merumuskan asumsi-asumsi yang mendasari hipotesis-hipotesis itu serta prosedur-prosedur yang akan digunakan
  5. Merancang cara pendekatannya, antara lain :
  6. Pilihlah subjek-subjek yang akan digunakan serta sumber-sumber yang relevan
  7. Pilihlah atau susunlah teknik yang akan digunakan untuk mengumpulkan data
  8. Tentukan kategori-kategori untuk mengklasifikasikan data yang jelas, sesuai dengan tujuan studi, dan dapat menunjukkan kesamaan atau saling hubungan
  9. Memvalidasikan teknik untuk mengumpulkan data itu dan menginterpretasi kan hasilnya dalam cara yang jelas dan cermat.
  10. Mengumpulkan dan menganalisis data
  11. Menyusun laporannya
Ahmad Kurnia El-Qornidi 9/04/2008 02:12:00 PM 0 komentar Link ke posting ini

JENIS PENELITIAN

Penelitian secara akademik biasanya untuk siswa S-1, S-2 dan S-3 sebagai sarana edukatif sehingga lebih mementingkan validitas internal dengan varibel penelitian terbatas serta kecanggihan analisis disesuaikan dengan jenjang pendidikan.

Selain itu bisa juga dilaksanakan oleh para profesional yang dilakukan para peneliti yang bertujuan mendapatkan pengetahuan baru yang berkenaan dengan ilmu dengan variabel penelitian yang lengkap dan kecanggihan analisis disesuaikan dengan kepentingan masyarakat ilmiah.\

Untuk tingkat teratas penelitian bisa dilaksankan oleh penelitian institusional yang bertujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat digunakan untuk pengembangan kelembagaan.

Secara garis besar penelitian bisa dilihat dari tujuan, pendekatan, tingkat eksplanasi, analisis dan jenis data.
  • Dilihat dari tujuan (penelitian murni, penelitian terapan)
  • metode (survey, ex post facto, eksperimen, naturalistik, polcy research, action research, evaluasi dan sejarah)
  • Tingkat ekplanasi (penelitian deskriptif, komparatif dan asosiatif)
  • Jenis data dan analysis (penelitian kuantitatif, kualitatif dan gabungan)
Jenis-jenis Penelitian Ilmiah Penelitian dapat digolongkan / dibagi ke dalam beberapa jenis berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, antara lain berdasarkan: (1) Tujuan; (2) Pendekatan; (3) Tempat; (4) Pemakaian atau hasil / alasan yang diperoleh; (5) Bidang ilmu yang diteliti; (6) Taraf Penelitian; (7) Teknik yang digunakan; (8) Keilmiahan; (9) Spesialisasi bidang (ilmu) garapan. Berikut ini masing-masing pembagiannya.
Berdasarkan hasil/alasan yang diperoleh:
  1. Basic Research (Penelitian Dasar), Mempunyai alasan intelektual, dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan;
  2. Applied Reseach (Penelitian Terapan), Mempunyai alasan praktis, keinginan untuk mengetahui; bertujuan agar dapat melakukan sesuatu yang lebih baik, efektif, efisien.
Berdasarkan Bidang yang diteliti:
  1. Penelitian Sosial, secara khusus meneliti bidang sosial: ekonomi, pendidikan, hukum, dsb.
  2. Penelitian Eksakta, secara khusus meneliti bidang eksakta: Kimia, Fisika, Teknik, dsb.
Berdasarkan Tempat Penelitian :
  1. Field Research (Penelitian Lapangan), langsung di lapangan;
  2. Library Research (Penelitian Kepustakaan), dilaksanakan dengan menggunakan literatur (kepustakaan) dari penelitian sebelumnya;
  3. Laboratory Research (Penelitian Laboratorium), dilaksanakan pada tempat tertentu / lab, biasanya bersifat eksperimen atau percobaan;
Berdasarkan Teknik yang digunakan :
  1. Survey Research (Penelitian Survei), tidak melakukan perubahan (tidak ada perlakuan khusus) terhadap variabel yang diteliti.
  2. Experimen Research (Penelitian Percobaan), dilakukan perubahan (ada perlakuan khusus) terhadap variabel yang diteliti.
Berdasarkan Keilmiahan :
1. Penelitian Ilmiah
Menggunakan kaidah-kaidah ilmiah (Mengemukakan pokok-pokok pikiran, menyimpulkan dengan melalui prosedur yang sistematis dengan menggunakan pembuktian ilmiah/meyakinkan. Ada dua kriteria dalam menentukan kadar/tinggi-rendahnya mutu ilmiah suatu penelitian yaitu:
  1. Kemampuan memberikan pengertian yang jelas tentang masalah yang diteliti:
  2. Kemampuan untuk meramalkan: sampai dimana kesimpulan yang sama dapat dicapai apabila data yang sama ditemukan di tempat/waktu lain;
Ciri-ciri penelitian ilmiah adalah:
  1. Purposiveness, fokus tujuan yang jelas;
  2. Rigor, teliti, memiliki dasar teori dan disain metodologi yang baik;
  3. Testibility, prosedur pengujian hipotesis jelas
  4. Replicability, Pengujian dapat diulang untuk kasus yang sama atau yang sejenis;
  5. Objectivity, Berdasarkan fakta dari data aktual : tidak subjektif dan emosional;
  6. Generalizability, Semakin luas ruang lingkup penggunaan hasilnya semakin berguna;
  7. Precision, Mendekati realitas dan confidence peluang kejadian dari estimasi dapat dilihat;
  8. Parsimony, Kesederhanaan dalam pemaparan masalah dan metode penelitiannya.
2. Penelitian non ilmiah (Tidak menggunakan metode atau kaidah-kaidah ilmiah)
  • Berdasarkan Spesialisasi Bidang (ilmu) garapannya : Bisnis (Akunting, Keuangan, Manajemen, Pemasaran), Komunikasi (Massa, Bisnis, Kehumasan/PR, Periklanan), Hukum (Perdata, Pidana, Tatanegara, Internasional), Pertanian (agribisnis, Agronomi, Budi Daya Tanaman, Hama Tanaman), Teknik, Ekonomi (Mikro, Makro, Pembangunan), dll.
  • Berdasarkan dari hadirnya variabel (ubahan) : variabel adalah hal yang menjadi objek penelitian, yang ditatap, yang menunjukkan variasi baik kuantitatif maupun kualitatif. Variabel : masa lalu, sekarang, akan datang. Penelitian yang dilakukan dengan menjelaskan / menggambarkan variabel masa lalu dan sekarang (sedang terjadi) adalah penelitian deskriptif ( to describe = membeberkan/menggambarkan). Penelitian dilakukan terhadap variabel masa yang akan datang adalah penelitian eksperimen.
Penelitian secara umum :
o Penelitian Survei:
  • Untuk memperoleh fakta dari gejala yang ada;
  • Mencari keterangan secara faktual dari suatu kelompok, daerah dsb.
  • Melakukan evaluasi serta perbandingan terhadap hal yang telah dilakukan orang lain dalam menangani hal yang serupa;
  • Dilakukan terhadap sejumlah individu / unit baik secara sensus maupun secara sampel;
  • Hasilnya untuk pembuatan rencana dan pengambilan keputusan;
  • Penelitian ini dapat berupa :
  1. Penelitian Exploratif (Penjajagan). Terbuka, mencari-cari, pengetahuan peneliti tentang masalah yang diteliti masih terbatas. Pertanyaan dalam studi penjajagan ini misalnya : Apakah yang paling mencemaskan anda dalam hal infrastruktur di daerah Kalbar dalam lima tahun terakhir ini? Menurut anda, bagaimana cara perawatan infrastruktur jalan dan jembatan yang baik.
  2. Penelitian Deskriptif. Mempelajari masalah dalam masyarakat, tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi, sikap, pandangan, proses yang sedang berlangsung, pengaruh dari suatu fenomena; pengukuran yang cermat tentang fenomena dalam masyarakat. Peneliti mengembangkan konsep, menghimpun fakta, tapi tidak menguji hipotesis.
  3. Penelitian Evaluasi. Mencari jawaban tentang pencapaian tujuan yang digariskan sebelumnya. Evaluasi di sini mencakup formatif (melihat dan meneliti pelaksanaan program), Sumatif (dilaksanakan pada akhir program untuk mengukur pencapaian tujuan).
  4. Penelitian Eksplanasi (Penjelasan). Menggunakan data yang sama, menjelaskan hubungan kausal antara variabel melalui pengujian hipotesis.
  5. Penelitian Prediksi. Meramalkan fenomena atau keadaan tertentu;
  6. Penelitian Pengembangan Sosial. Dikembangkan berdasarkan survei yang dilakukan secara berkala: Misal: Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Kalbar, 1998-2003;
o Grounded Research
Mendasarkan diri pada fakta dan menggunakan analisis perbandingan; bertujuan mengadakan generalisasi empiris, menetapkan konsep, membuktikan teori, mengembangkan teori; pengumpulan dan analisis data dalam waktu yang bersamaan. Dalam riset ini data merupakan sumber teori, teori berdasarkan data. Ciri-cirinya : Data merupakan sumber teori dan sumber hipotesis, Teori menerangkan data setelah data diurai.
TUJUAN PENELITIAN :
Secara umum ada empat tujuan utama :
  1. Tujuan Exploratif (Penemuan) : menemukan sesuatu yang baru dalam bidang tertentu
  2. Tujuan Verifikatif (Pengujian): menguji kebenaran sesuatu dalam bidang yang telah ada
  3. Tujuan Developmental (Pengembangan) : mengembangkan sesuatu dalam bidang yang telah ada
  4. Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi)
PERANAN PENELITIAN
  1. Pemecahan Masalah, meningkatkan kemampuan untuk menginterpretasikan fenomena-fenomena dari suatu masalah yang kompleks dan kait-mengkait;
  2. Memberikan jawaban atas pertanyaan dalam bidang yang diajukan, meningkatkan kemampuan untuk menjelaskan atau menggambarkan fenomena-fenomena dari masalah tersebut;
  3. Mendapatkan pengetahuan / ilmu baru :
PERSYARATAN PENELITIAN :
  1. Mengikuti konsep ilmiah
  2. Sistematis/Pola tertentu
  3. Terencana
Penelitian dikatakan baik bila :
  1. Purposiveness, Tujuan yang jelas;
  2. Exactitude, Dilakukan dengan hati-hati, cermat, teliti;
  3. Testability, Dapat diuji atau dikaji;
  4. Replicability, Dapat diulang oleh peneliti lain;
  5. Precision and Confidence, Memiliki ketepatan dan keyakinan jika dihubungkan dengan populasi atau sampel;
  6. Objectivity, Bersifat objektif;
  7. Generalization, Berlaku umum;
  8. Parismony, Hemat, tidak berlebihan;
  9. Consistency, data/ungkapan yang digunakan harus selalu sama bagi kata/ungkapan yang memiliki arti sama;
  10. Coherency, Terdapat hubungan yang saling menjalin antara satu bagian dengan bagian lainnya.
PROSEDUR / LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN :
Garis besar :
  1. Pembuatan rancangan;
  2. Pelaksanaan penelitian;
  3. Pembuatan laporan penelitian
Bagan arus kegiatan penelitian
  1. Memilih Masalah; memerlukan kepekaan
  2. Studi Pendahuluan; studi eksploratoris, mencari informasi;
  3. Merumuskan Masalah; jelas, dari mana harus mulai, ke mana harus pergi dan dengan apa
  4. Merumuskan anggapan dasar; sebagai tempat berpijak, (hipotesis);
  5. Memilih pendekatan; metode atau cara penelitian, jenis / tipe penelitian : sangat menentukan variabel apa, objeknya apa, subjeknya apa, sumber datanya di mana;
  6. Menentukan variabel dan Sumber data; Apa yang akan diteliti? Data diperoleh dari mana?
  7. Menentukan dan menyusun instrumen; apa jenis data, dari mana diperoleh? Observasi, interview, kuesioner?
  8. Mengumpulkan data; dari mana, dengan cara apa?
  9. Analisis data; memerlukan ketekunan dan pengertian terhadap data. Apa jenis data akan menentukan teknis analisisnya
  10. Menarik kesimpulan; memerlukan kejujuran, apakah hipotesis terbukti?
  11. Menyusun laporan; memerlukan penguasaan bahasa yang baik dan benar.
Sumber: (abdulhamid.files.wordpress.com)

Tips Membuat Judul dan Abstrak Skripsi

Tips membuat judul dan abstrak dalam penyusunan skripsi, tesis, disertasi, proposal atau karya ilmiah

Seorang researcher atau peneliti, sesudah melakukan sebuah penelitian, sangat disarankan untuk segera memublikasikan hasil penelitiannya. Karena banyak sekali manfaat yang akan diperoleh dengan memublikasikan hasil penelitian, terutama sekali adalah adanya tindak lanjut dari hasil penelitian (pengembangan) atau untuk menghindari tema yang sama dari penelitian itu sendiri.
Banyak sekali cara yang bisa dilakukan researcher dalam memublikasikan hasil penelitiannya, diantaranya bisa dilakukan dengan melalui presentasi pada seminar ataupun melalui jurnal-jurnal ilmiah, lokal maupun internasional.
Pada sesi kali ini kita akan membahas bagaimana menulis judul dan abstrak.

Judul

Bagaimana cara menulis judul yang baik? atau lebih tepatnya mungkin bagaimana kita menarik perhatian calon pembaca artikel kita dengan judul?
Menurut buku, ada beberapa hal yang dapat dilakukan. Pertama, judul yang kita buat harus mencerminkan isi keseluruhan makalah. Kedua adalah, usahakan judul yang dibuat menjawab pertanyaan ataupun menawarkan sebuah jawaban. Bisa juga anda membuat tulisan mengenai sesuatu hal yang sedang ramai dibicarakan, misalnya saat ini sedang ramai mengenai masalah isu pemanasan global. Cobalah buat sebuah judul artikel ilmiah mengenai hal ini, niscaya orang yang membaca judul ini akan tertarik untuk membaca keseluruhan artikel Anda.

Abstrak

Setelah judul, sebelum orang lain memutuskan untuk membaca artikel ilmiah anda yang mereka lakukan adalah membaca abstrak. Abstrak menjadi salah satu bagian terpenting dalam sebuah artikel ilmiah. Keputusan apakah seseorang tertarik dengan artikel yang anda buat sebagian besar ditentukan setelah membaca abstrak.
Untuk itu, apa yang sebenarnya dibutuhkan dalam membuat sebuah abstrak??
Ada 4 langkah penting yang harus dilaksanakan, yaitu
  1. Ciptakan ruang penelitan, hal ini dapat dilakukan dengan cara: (a) Nyatakan pentingnya bidang yang anda teliti (bisa ditunjukkan dengan banyaknya penelitian di bidang yang sama), (b) Tunjukkan kekurangan artikel ilmiah yang telah ada (dalam bidang yang sama tentu saja), (c) Tunjukkan tujuan artikel ilmiah anda
  2. Uraikan metodologi penelitian dengan jelas
  3. Nyatakan hasil penelitian (dengan singkat dan jelas tentu saja)
  4. Evaluasi-lah hasil penelitian yang telah dilakukan (kesimpulan artikel)
Panjang abstrak biasanya 100-200 kata. Menurut Hadijanto dalam Zifirdaus, tahap 2 dan 4 tidak wajib ada dalam sebuah abstrak.
Abstrak merupakan rangkuman dari isi tulisan dalam format yang sangat singkat. Untuk makalah, biasanya abstrak itu hanya terdiri dari satu atau dua paragraf saja. Sementara itu untuk thesis dan tugas akhir, abstrak biasanya dibatasi satu halaman. Untuk itu isi dari abstrak tidak perlu “berbunga-bunga” dan berpanjang lebar, cukup langsung kepada intinya saja. Memang kesulitan yang dihadapi adalah bagaimana merangkumkan semua cerita dalam satu halaman. Justru itu tantangannya. Ada juga tulisan ilmiah yang membutuhkan extended abstract. Kalau yang ini merupakan abstrak yang lebih panjang, yang biasanya disertai dengan data-data yang lebih mendukung. Biasanya extended abstract ini dibutuhkan ketika kita mengirimkan makalah untuk seminar atau konferensi.
Ini sebagian dari review saya terhadap hasi penelitian yang sudah jadi. Kebanyakan abstrak di susun atas ‘jumlah bab’ pada laporan penelitian. Jika suatu laporan/skripsi terdiri dari 5 bab: (1) pendahuluan, (2) kajian pustaka, (3) metodologi, (4) analisis dan pembahasan, (5) penutup. Maka hendaknya menulis abstrak sebagai berikut:
  1. Paragraf pertama ringkasan dari ‘latar belakang/pendahuluan’
  2. Paragraf kedua ringkasan dari ‘kajian teori’
  3. Paragraf ketiga ringkasan dari ‘metodologi’
  4. Paragraf keempat ringkasan dari ‘analisis dan pembahasan’
  5. Paragraf kelimaringkasan dari ‘penutup/kesimpulan dan saran’
Ahmad Kurnia El-Qornidi 9/04/2008 03:43:00 PM 0 komentar Link ke posting ini

Pengaturan Halaman Skripsi, Proposal, Tesis

Layout Halaman Pada Microsoft Office
Layout halaman merupakan bagian yang sering diabaikan. Memang dia merupakan masalah yang tidak terlalu penting (minor). Akan tetapi dia cukup mengganggu pandangan pada saat membaca. Masalah layout tidak terjadi jika siswa menggunakan document processing system seperti LATEX [2]. Namun masih banyak siswa yang menggunakan word processor dan mengarang layout sendiri. Seringkali, dia gagal dalam menampilkan layout yang baik. Seringkali institusi pendidikan (universitas) memberikan panduan layout dari laporan tugas akhir atau thesis. Cari tahu tentang panduan tersebut dan perhatikan aturan yang diberikan. Jangan seenaknya sendiri! Peletakan nomor halaman, terutama pada awal Bab, merupakan hal yang sering mengganggu. Jangan letakkan nomor halaman pada kanan atas pada awal Bab.
Tulisan ini sengaja saya tulis di sini mengingat pengalaman saya selama di rental komputer, banyak sekali orang yang belum bisa meletakkan posisi nomor halaman. Yang berbeda (ada yang di atas dan ada yang di bawah). Sesuai dengan kebanyakan pedoman PPKI (Pedoman Penulisan Karya Ilmiah) yang menetapkan aturan untuk nomor halaman pada halaman yang ada babnya (Bab I, Bab II, Bab III, dst), posisi halaman di bawah tengah (bottom center).
Sedangkan untuk halaman selanjutnya berada di posisi atas kanan (Top Right).
Berikut adalah caranya (menggunakan microsoft office XP/2003):
  1. Buka (open) dokumen yang akan diberi nomor halaman.
  2. insert → page number pada toolbar
  3. Kemudian pilih position pada top of right (header), sedangkan aligment pada right.Hilangkan tanda centang pada “Show number of first page”Kalau langkah ini sudah dijalankan, maka akan nampak pada dokumen Anda, halaman pada posisi atas sebelah kanan. Kecuali untuk lembar pertama.
  4. Untuk memberikan nomor halaman pada lembar pertama tersebut masuk pada toolbar view – footer. Kemudian masuk lagi ke dalam insert – page number. Pilihlah center pada alligment.Pada tahap ini sudah terjadi halaman yang ada bab.. lembar pertama di bawah tengah sedang selanjutnya kanan atas.
  5. Sedangkan pada dokumen yang menyertakan banyak bab dalam 1 dokumen... untuk bab II (selanjutnya) harus dipisahkan dengan break. (caranya gabung dulu kata Bab II, dst dengan lembar sebelumnya... kemudian klik insert dengan posisi kursor sebelum kata BAB II). Caranya adalah dengan klik insert-break-next page...Kalau itu sudah dilakukan maka akan didapatkan lembar pada BAB II, nomor halaman juga berada di bawah tengah.. dan seterusnya tetap kanan atas...
  6. Usahakan lembar yang berisi Bab I adalah lembar pertama, jangan didahului oleh cover atau yang lain...
  7. Selamat mencoba..
Ahmad Kurnia El-Qornidi 9/04/2008 03:40:00 PM 0 komentar Link ke posting ini

Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Penulisan Skripsi

Pelajaran Bahasa Indonesia sebenarnya sudah diajarkan sejak dari Sekolah Dasar (SD) sampai ke perguruan tinggi. Namun herannya kualitas tulisan siswa yang saya evaluasi sangat menyedihkan. Dimana salahnya? Beberapa kesalahan yang sering terjadi dalam penulisan thesis atau tugas akhir, antara lain dapat dilihat pada list di bawah ini.
Membuat kalimat yang panjang sekali sehingga tidak jelas mana subjek dan predikat. Biasanya kesalahan ini muncul dengan menggunakan kata “yang” berulang kali. Menggunakan bahasa yang “berbunga-bunga” dan tidak langsung to the point. Pembaca akan lelah membacanya. Mengapa penulis tidak hemat dengan kata-katanya? Membuat kalimat yang tidak ada subjeknya. Kurang tepat dalam menggunakan tanda baca. Misalnya, ada tanda baca titik (atau koma) yang lepas sendirian pada satu baris. (Hal ini disebabkan karena tanda titik tersebut tidak menempel pada sebuah kata). Salah dalam cara menuliskan istilah asing atau dalam cara mengadopsi istilah asing.
Mencampur-adukkan istilah asing dan bahasa Indonesia sehingga membingungkan Menuliskan dalam kalimat yang membingungkan (biasanya dalam jurnal-jurnal). Apakah tujuannya adalah mempersulit para reviewer makalah sehingga makalahnya diloloskan?
Selain kesalahan tersebut di atas, ada lagi penggunaan bahasa yang kurang sesuai dengan kaidah. Mungkin hal ini tidak salah, tapi saya merasa kurang “pas” dalam membacanya. Contoh yang saya maksud antara lain menggunakan kata-kata “Sebagaimana yang kita ketahui bersama, ...”. Jika sudah diketahui bersama, mengapa perlu dieksplorasi berpanjang lebar?
Bahasa Indonesia dan Istilah Teknis
Ada pendapat bahwa Bahasa Indonesia kurang cocok untuk digunakan dalam penulisan ilmiah karena banyaknya istilah teknis yang tidak ada padan katanya di dalam Bahasa Indonesia. Mungkin ini ada benarnya. Namun harusnya tidak hanya Bahasa Indonesia saja yang memiliki masalah, karena bahasa lain pun memiliki masalah yang sama. Kita tidak dapat menyerah untuk tidak menuliskan karya ilmiah dalam Bahasa Indonesia. Tentunya hal ini dilakukan dengan tidak memaksakan kehendak dengan menggunakan istilah-istilah yang dipaksakan di-Indonesiakan.
Menuliskan Istilah Asing
Dokumen teknis biasanya penuh dengan istilah-istilah. Apalagi di dunia Teknik Elektro dimana komputer, telekomunikasi, dan Internet sudah ada dimana-mana, istilah komputer sangat banyak. Masalahnya adalah apakah kita terjemahkan istilah tersebut? atau kita biarkan? atau kombinasi? Ada juga istilah asing yang sebenarnya ada padan katanya di dalam Bahasa Indonesia. Namun siswa sering menggunakan kata asing tersebut dan meng-Indonesia-kannya. Contoh kata yang sering digunakan adalah kata “existing” yang diterjemahkan menjadi “eksisting”. Menurut saya, penggunaan kata “eksisting” ini kurang tepat. Saya sendiri tidak termasuk orang yang suka memaksakan kata-kata Bahasa Indonesia yang sulit dimengerti. Ada beberapa kata yang menurut saya terasa janggal dan bahkan membingungkan bagi para pembaca. Kata-kata tersebut antara lain: tunak, mangkus, sangkil. Tahukah anda makna kata tersebut? Apa padan katanya dalam bahasa Inggris? Mengapa tidak menggunakan kata dalam bahasa Inggrisnya saja? Penerjemahan yang memaksakan kehendak ini membuat banyak guru dan siswa lebih suka menggunakan buku teks dalam bahasa Inggris. Anekdot. Di dalam pelajaran matematika (trigonometri) yang menggunakan bahasa Indonesia ada istilah sinus, cosinus, dan seterusnya. Ketika saya bersekolah di luar negeri dan berdiskusi dengan kawan (tentunya dalam bahasa Inggris), tidak sengaja
saya mengucapkan kata “sinus”. Mereka bingung. Sinus dalam bahasa Inggris artinya sakit kepala! Memang matematika bisa membuat sakit kepala, tapi bukan itu yang saya maksud. Ini salah satu kendala kalau kita memaksakan menggunakan bahasa kita sendiri. Oh ya, dalam trigonometri yang bahasa Inggris istilah yang digunakan adalah sine, cosine, dan seterusnya. Istilah asing atau teknis yang tidak dapat diterjemahkan (atau akan menyulitkan pembahasan jika diterjemahkan) dapat ditulis dalam bahasa aslinya dengan menggunakan italics.
Akhirnya, adalah kesalahan pengetikan. Proses pengetikan laporan sendiri terkadang juga membuat kita sering kali diomeli sama guru pembimbing. Ada sebuah cara jitu yang bisa kita gunakan dalam mengatasi hal ini. Sekarang sudah ada software Plugin - Bhs Indonesia.EXE, sebuah plugin komponen microsoft office untuk check spelling grammar bahasa Indonesia. Download software ini, install dan berlakukan pada laporan Anda. Dengan sofware itu akan ketemu mana saja kata-kata yang salah ketik atau tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Perlu di ingat saja bahwa software ini masih mempunyai kelemahan, dictionary nya masih belum komplit. Mungkin ada researcher mendatang yang mampu melengkapinya, semoga..
Ahmad Kurnia El-Qornidi 9/04/2008 03:39:00 PM 0 komentar Link ke posting ini

Kesalahan Umum Penulisan Skripsi, Proposal, Karya Ilmiah

Penelitian, sering kali molor dalam penyelesaiannya, bahkan bisa terbengkalai oleh Pedoman Penulisan karya Ilmiah (PPKI). Meski semua institusi tempat bernaung peneliti mempunyai aturan PPKI yang berbeda-beda, tetapi bisa dikatakan kesemuanya memiliki beberapa kesamaan, tinggal aliran mana yang dipakai. Umumnya kiblat yang dipakai adalah berdasarkan dari kampus terkenal di Amerika.
Jadi Alangkah baiknya jika Anda mempelajari Teknis Penulisan tersebut sebelum konsultasi dengan pembimbing penelitian Anda. Sekali Anda mengetahui teknik penulisan karya ilmiah yang dipakai oleh institusi Anda, maka sekali itu juga Anda sudah mendapatkan ‘peta’ dalam perjalanan penulisan penelitian. Jadi biar tidak ‘buta’ dan ‘gampang disalahkan’.
Rata-rata kesalahan penulisan karya ilmiah yang menghambat penyelesaiannya adakan dikarenakan ‘tidak konsisten’ dalam penulisan. Bentuk ketidak konsisten itu menyangkut banyak hal, dapat berupa diksi, teknik mengutip, atau bahkan alur berpikir sendiri.
Secara ringkasnya berbagai kendala yang saya jumpai dalam proses penulisan penelitian ilmiah adalah sebagai berikut.
  • salah mengerti audience atau pembaca tulisannya,
  • salah dalam menyusun struktur pelaporan,
  • salah dalam cara mengutip pendapat orang lain sehingga berkesan menjiplak (plagiat),
  • salah dalam menuliskan bagian Kesimpulan,
  • penggunaan Bahasa Indonesia (akan dibahas secara khusus) yang belum baik dan benar,
  • tata cara penulisan “Daftar Pustaka” yang kurang tepat (tidak standar dan berkesan seenaknya sendiri),
  • tidak konsisten dalam format tampilan (font yang berubah-ubah, margin yang berubah-ubah).
Hal yang menarik dari pengamatan saya adalah siswa sering kali tidak mau melaporkan kegagalan atau kesalahan yang telah dilakukannya. Padahal, kegagalan ini perlu dicatat agar hal itu tidak dilakukan oleh orang lain (yang akan meneruskan penelitian tersebut).
Kegagalan bukan sebuah aib! Seorang peneliti pasti mengalami kegagalan. Jadi laporkanlah kegagalan tersebut dan analisa atau dugaan anda mengapa hal tersebut bisa terjadi. Bayangkan thesis anda sebagai peta di hutan belantara. Anda memberi tanda bagian yang merupakan jalan buntu, jurang, atau sulit dilalui. “Penjelajah” berikutnya dapat lebih berhati-hati jika melalui jalan tersebut.
Ahmad Kurnia El-Qornidi 9/04/2008 03:38:00 PM 0 komentar Link ke posting ini

Fenomena Penulisan Penelitian (Skripsi)

Pengalaman saya menjumpai penulisan skripsi yang banyak dilakukan di beberapa institusi pendidikan/kampus yang ada di Jawa Timur, masih menunjukkan adanya perbedaan PPKI (Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah). Istilah PPKI sendiri saya pinjam dari UM (Universitas Negeri Malang). Banyak sekali panduan penulisan yang dipakai siswa malah membuat mereka terjebak menjadi tidak konsisten dalam penulisan karya tulis mereka. Misal: pada Bab I menyebutkan ‘anak didik’, pada Bab 2 menyebutkan ‘siswa’, pada Bab 3 menyebutkan ‘murid’, dan seterusnya.
Belum lagi ketika hasil penulisan siswa tersebut dikonsultasikan kepada guru pembimbing mereka, yang sudah ada di kepala masing-masing guru tersebut sebuah parameter kode etik penulisan sendiri.
Akhirnya dua pandangan penulisan itu menjadi masalah dalam proses penyelesaian skripsi itu sendiri, skripsi yang seharusnya bisa diselesaikan dalam masa studi 1 semester akhirnya membengkak menjadi 2/3 semester.
Permasalahan tersebut sebenarnya menurut saya disebabkan faktor: 1) siswa yang kurang peduli dengan pedoman penulisan, 2) kurangnya sosialisasi dari pihak institusi sendiri, 3) adanya keragaman mazhab yang dianut oleh institusi yang ada di Indonesia.
Bukan membandingkan dengan negara Barat yang memang menjadi kiblat dan panutan dalam banyak urusan di segala bidang kehidupan kita sekarang ini. Tetapi memang kenyataannya mereka lebih profesional dan lebih perhatian terhadap perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri.
Untuk urusan ‘rujukan’ menulis saja mereka mempunyai: 1) harvard referencing, 2)oxford referencing, 3) oscola referencing, 4) apa referencing, 5) mla referencing, 6) turabian referencing, 7) chicago referencing, 8) open university, 9) vancouver referencing, 10) mhra referencing, 11) bmj referencing, dan 12) referencing software.
Sedangkan untuk ‘punctuation’, mereka mengatur: a) apostrophes, b) brackets, c) colons, d) semi colons, e) commas, f) hyphens and dashes, g) terminating marks, h) question marks, dan i) quotation marks.
Mereka juga membedakan: 1) subjects and verbs, 2) subject/verb agreement, 3) pronouns, 4) who and whom, 5) whoever and whomever, 6) who, which, that, 7) adjectives/adverbs, 8) prepositions, 9) confusing words, 10) fragments, 11) capital letters.
Jadi menurut saya, hendaknya setiap siswa yang akan melaksanakan skripsi, tesis, atau disertasi hendaknya terlebih dahulu mempelajari PPKI yang ada di masing-masing kampusnya, lebih baik lagi kalau menyempatkan diri ke perpustakaan untuk membaca skripsi-skripsi yang ada di perpustakaan tersebut. Dengan demikian secara tidak langsung akan mengetahui panduan penulisan yang dipakai.

TEKNIK SAMPLING

Sampel adalah sebagian dari populasi. Artinya tidak akan ada sampel jika tidak ada populasi. Populasi adalah keseluruhan elemen atau unsur yang akan kita teliti. Penelitian yang dilakukan atas seluruh elemen dinamakan sensus. Idealnya, agar hasil penelitiannya lebih bisa dipercaya, seorang peneliti harus melakukan sensus. Namun karena sesuatu hal peneliti bisa tidak meneliti keseluruhan elemen tadi, maka yang bisa dilakukannya adalah meneliti sebagian dari keseluruhan elemen atau unsur tadi.

Berbagai alasan yang masuk akal mengapa peneliti tidak melakukan sensus antara lain adalah,(a) populasi demikian banyaknya sehingga dalam prakteknya tidak mungkin seluruh elemen diteliti; (b) keterbatasan waktu penelitian, biaya, dan sumber daya manusia, membuat peneliti harus telah puas jika meneliti sebagian dari elemen penelitian; (c) bahkan kadang, penelitian yang dilakukan terhadap sampel bisa lebih reliabel daripada terhadap populasi – misalnya, karena elemen sedemikian banyaknya maka akan memunculkan kelelahan fisik dan mental para pencacahnya sehingga banyak terjadi kekeliruan. (Uma Sekaran, 1992); (d) demikian pula jika elemen populasi homogen, penelitian terhadap seluruh elemen dalam populasi menjadi tidak masuk akal, misalnya untuk meneliti kualitas jeruk dari satu pohon jeruk

Agar hasil penelitian yang dilakukan terhadap sampel masih tetap bisa dipercaya dalam artian masih bisa mewakili karakteristik populasi, maka cara penarikan sampelnya harus dilakukan secara seksama. Cara pemilihan sampel dikenal dengan nama teknik sampling atau teknik pengambilan sampel .
Populasi atau universe adalah sekelompok orang, kejadian, atau benda, yang dijadikan obyek penelitian. Jika yang ingin diteliti adalah sikap konsumen terhadap satu produk tertentu, maka populasinya adalah seluruh konsumen produk tersebut. Jika yang diteliti adalah laporan keuangan perusahaan “X”, maka populasinya adalah keseluruhan laporan keuangan perusahaan “X” tersebut, Jika yang diteliti adalah motivasi pegawai di departemen “A” maka populasinya adalah seluruh pegawai di departemen “A”. Jika yang diteliti adalah efektivitas gugus kendali mutu (GKM) organisasi “Y”, maka populasinya adalah seluruh GKM organisasi “Y”
Elemen/unsur adalah setiap satuan populasi. Kalau dalam populasi terdapat 30 laporan keuangan, maka setiap laporan keuangan tersebut adalah unsur atau elemen penelitian. Artinya dalam populasi tersebut terdapat 30 elemen penelitian. Jika populasinya adalah pabrik sepatu, dan jumlah pabrik sepatu 500, maka dalam populasi tersebut terdapat 500 elemen penelitian.

Syarat sampel yang baik


Secara umum, sampel yang baik adalah yang dapat mewakili sebanyak mungkin karakteristik populasi. Dalam bahasa pengukuran, artinya sampel harus valid, yaitu bisa mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Kalau yang ingin diukur adalah masyarakat Sunda sedangkan yang dijadikan sampel adalah hanya orang Banten saja, maka sampel tersebut tidak valid, karena tidak mengukur sesuatu yang seharusnya diukur (orang Sunda). Sampel yang valid ditentukan oleh dua pertimbangan.

Pertama : Akurasi atau ketepatan , yaitu tingkat ketidakadaan “bias” (kekeliruan) dalam sample. Dengan kata lain makin sedikit tingkat kekeliruan yang ada dalam sampel, makin akurat sampel tersebut. Tolok ukur adanya “bias” atau kekeliruan adalah populasi.

Cooper dan Emory (1995) menyebutkan bahwa “there is no systematic variance yang maksudnya adalah tidak ada keragaman pengukuran yang disebabkan karena pengaruh yang diketahui atau tidak diketahui, yang menyebabkan skor cenderung mengarah pada satu titik tertentu. Sebagai contoh, jika ingin mengetahui rata-rata luas tanah suatu perumahan, lalu yang dijadikan sampel adalah rumah yang terletak di setiap sudut jalan, maka hasil atau skor yang diperoleh akan bias. Kekeliruan semacam ini bisa terjadi pada sampel yang diambil secara sistematis

Contoh systematic variance yang banyak ditulis dalam buku-buku metode penelitian adalah jajak-pendapat (polling) yang dilakukan oleh Literary Digest (sebuah majalah yang terbit di Amerika tahun 1920-an) pada tahun 1936. (Copper & Emory, 1995, Nan lin, 1976). Mulai tahun 1920, 1924, 1928, dan tahun 1932 majalah ini berhasil memprediksi siapa yang akan jadi presiden dari calon-calon presiden yang ada. Sampel diambil berdasarkan petunjuk dalam buku telepon dan dari daftar pemilik mobil. Namun pada tahun 1936 prediksinya salah. Berdasarkan jajak pendapat, di antara dua calon presiden (Alfred M. Landon dan Franklin D. Roosevelt), yang akan menang adalah Landon, namun meleset karena ternyata Roosevelt yang terpilih menjadi presiden Amerika.

Setelah diperiksa secara seksama, ternyata Literary Digest membuat kesalahan dalam menentukan sampel penelitiannya . Karena semua sampel yang diambil adalah mereka yang memiliki telepon dan mobil, akibatnya pemilih yang sebagian besar tidak memiliki telepon dan mobil (kelas rendah) tidak terwakili, padahal Rosevelt lebih banyak dipilih oleh masyarakat kelas rendah tersebut. Dari kejadian tersebut ada dua pelajaran yang diperoleh : (1), keakuratan prediktibilitas dari suatu sampel tidak selalu bisa dijamin dengan banyaknya jumlah sampel; (2) agar sampel dapat memprediksi dengan baik populasi, sampel harus mempunyai selengkap mungkin karakteristik populasi (Nan Lin, 1976).

Kedua : Presisi. Kriteria kedua sampel yang baik adalah memiliki tingkat presisi estimasi. Presisi mengacu pada persoalan sedekat mana estimasi kita dengan karakteristik populasi. Contoh : Dari 300 pegawai produksi, diambil sampel 50 orang. Setelah diukur ternyata rata-rata perhari, setiap orang menghasilkan 50 potong produk “X”. Namun berdasarkan laporan harian, pegawai bisa menghasilkan produk “X” per harinya rata-rata 58 unit. Artinya di antara laporan harian yang dihitung berdasarkan populasi dengan hasil penelitian yang dihasilkan dari sampel, terdapat perbedaan 8 unit. Makin kecil tingkat perbedaan di antara rata-rata populasi dengan rata-rata sampel, maka makin tinggi tingkat presisi sampel tersebut.

Belum pernah ada sampel yang bisa mewakili karakteristik populasi sepenuhnya. Oleh karena itu dalam setiap penarikan sampel senantiasa melekat keasalahan-kesalahan, yang dikenal dengan nama “sampling error” Presisi diukur oleh simpangan baku (standard error). Makin kecil perbedaan di antara simpangan baku yang diperoleh dari sampel (S) dengan simpangan baku dari populasi (, makin tinggi pula tingkat presisinya. Walau tidak selamanya, tingkat presisi mungkin bisa meningkat dengan cara menambahkan jumlah sampel, karena kesalahan mungkin bisa berkurang kalau jumlah sampelnya ditambah ( Kerlinger, 1973 ). Dengan contoh di atas tadi, mungkin saja perbedaan rata-rata di antara populasi dengan sampel bisa lebih sedikit, jika sampel yang ditariknya ditambah. Katakanlah dari 50 menjadi 75.

Di bawah ini digambarkan hubungan antara jumlah sampel dengan tingkat kesalahan seperti yang diuarakan oleh Kerlinger

Besar kesalahan kecil, kecil besarnya sampel besar
Ukuran sampel

Ukuran sampel atau jumlah sampel yang diambil menjadi persoalan yang penting manakala jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian yang menggunakan analisis kuantitatif. Pada penelitian yang menggunakan analisis kualitatif, ukuran sampel bukan menjadi nomor satu, karena yang dipentingkan alah kekayaan informasi. Walau jumlahnya sedikit tetapi jika kaya akan informasi, maka sampelnya lebih bermanfaat.
Dikaitkan dengan besarnya sampel, selain tingkat kesalahan, ada lagi beberapa faktor lain yang perlu memperoleh pertimbangan yaitu, (1) derajat keseragaman, (2) rencana analisis, (3) biaya, waktu, dan tenaga yang tersedia . (Singarimbun dan Effendy, 1989). Makin tidak seragam sifat atau karakter setiap elemen populasi, makin banyak sampel yang harus diambil. Jika rencana analisisnya mendetail atau rinci maka jumlah sampelnya pun harus banyak. Misalnya di samping ingin mengetahui sikap konsumen terhadap kebijakan perusahaan, peneliti juga bermaksud mengetahui hubungan antara sikap dengan tingkat pendidikan. Agar tujuan ini dapat tercapai maka sampelnya harus terdiri atas berbagai jenjang pendidikan SD, SLTP. SMU, dan seterusnya.. Makin sedikit waktu, biaya , dan tenaga yang dimiliki peneliti, makin sedikit pula sampel yang bisa diperoleh. Perlu dipahami bahwa apapun alasannya, penelitian haruslah dapat dikelola dengan baik (manageable).
Misalnya, jumlah bank yang dijadikan populasi penelitian ada 400 buah. Pertanyaannya adalah, berapa bank yang harus diambil menjadi sampel agar hasilnya mewakili populasi?. 30?, 50? 100? 250?. Jawabnya tidak mudah. Ada yang mengatakan, jika ukuran populasinya di atas 1000, sampel sekitar 10 % sudah cukup, tetapi jika ukuran populasinya sekitar 100, sampelnya paling sedikit 30%, dan kalau ukuran populasinya 30, maka sampelnya harus 100%.
Ada pula yang menuliskan, untuk penelitian deskriptif, sampelnya 10% dari populasi, penelitian korelasional, paling sedikit 30 elemen populasi, penelitian perbandingan kausal, 30 elemen per kelompok, dan untuk penelitian eksperimen 15 elemen per kelompok (Gay dan Diehl, 1992).
Roscoe (1975) dalam Uma Sekaran (1992) memberikan pedoman penentuan jumlah sampel sebagai berikut :
1.      Sebaiknya ukuran sampel di antara 30 s/d 500 elemen
2.      Jika sampel dipecah lagi ke dalam subsampel (laki/perempuan, SD?SLTP/SMU, dsb), jumlah minimum subsampel harus 30
3.      Pada penelitian multivariate (termasuk analisis regresi multivariate) ukuran sampel harus beberapa kali lebih besar (10 kali) dari jumlah variable yang akan dianalisis.
4.      Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, dengan pengendalian yang ketat, ukuran sampel bisa antara 10 s/d 20 elemen.

Krejcie dan Morgan (1970) dalam Uma Sekaran (1992) membuat daftar yang bisa dipakai untuk menentukan jumlah sampel sebagai berikut (Lihat Tabel)
Populasi (N)
Sampel (n)
Populasi (N)
Sampel (n)
Populasi (N)
Sampel (n)
10
10
220
140
1200
291
15
14
230
144
1300
297
20
19
240
148
1400
302
25
24
250
152
1500
306
30
28
260
155
1600
310
35
32
270
159
1700
313
40
36
280
162
1800
317
45
40
290
165
1900
320
50
44
300
169
2000
322
55
48
320
175
2200
327
60
52
340
181
2400
331
65
56
360
186
2600
335
70
59
380
191
2800
338
75
63
400
196
3000
341
80
66
420
201
3500
346
85
70
440
205
4000
351
90
73
460
210
4500
354
95
76
480
214
5000
357
100
80
500
217
6000
361
110
86
550
226
7000
364
120
92
600
234
8000
367
130
97
650
242
9000
368
140
103
700
248
10000
370
150
108
750
254
15000
375
160
113
800
260
20000
377
170
118
850
265
30000
379
180
123
900
269
40000
380
190
127
950
274
50000
381
200
132
1000
278
75000
382
210
136
1100
285
1000000
384

Sebagai informasi lainnya, Champion (1981) mengatakan bahwa sebagian besar uji statistik selalu menyertakan rekomendasi ukuran sampel. Dengan kata lain, uji-uji statistik yang ada akan sangat efektif jika diterapkan pada sampel yang jumlahnya 30 s/d 60 atau dari 120 s/d 250. Bahkan jika sampelnya di atas 500, tidak direkomendasikan untuk menerapkan uji statistik. (Penjelasan tentang ini dapat dibaca di Bab 7 dan 8 buku Basic Statistics for Social Research, Second Edition)

Teknik-teknik pengambilan sampel

Secara umum, ada dua jenis teknik pengambilan sampel yaitu, sampel acak atau random sampling / probability sampling, dan sampel tidak acak atau nonrandom samping/nonprobability sampling. Yang dimaksud dengan random sampling adalah cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi. Artinya jika elemen populasinya ada 100 dan yang akan dijadikan sampel adalah 25, maka setiap elemen tersebut mempunyai kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih menjadi sampel. Sedangkan yang dimaksud dengan nonrandom sampling atau nonprobability sampling, setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel. Lima elemen populasi dipilih sebagai sampel karena letaknya dekat dengan rumah peneliti, sedangkan yang lainnya, karena jauh, tidak dipilih; artinya kemungkinannya 0 (nol).
Dua jenis teknik pengambilan sampel di atas mempunyai tujuan yang berbeda. Jika peneliti ingin hasil penelitiannya bisa dijadikan ukuran untuk mengestimasikan populasi, atau istilahnya adalah melakukan generalisasi maka seharusnya sampel representatif dan diambil secara acak. Namun jika peneliti tidak mempunyai kemauan melakukan generalisasi hasil penelitian maka sampel bisa diambil secara tidak acak. Sampel tidak acak biasanya juga diambil jika peneliti tidak mempunyai data pasti tentang ukuran populasi dan informasi lengkap tentang setiap elemen populasi.
Contohnya, jika yang diteliti populasinya adalah konsumen teh botol, kemungkinan besar peneliti tidak mengetahui dengan pasti berapa jumlah konsumennya, dan juga karakteristik konsumen. Karena dia tidak mengetahui ukuran pupulasi yang tepat, bisakah dia mengatakan bahwa 200 konsumen sebagai sampel dikatakan “representatif”?. Kemudian, bisakah peneliti memilih sampel secara acak, jika tidak ada informasi yang cukup lengkap tentang diri konsumen?.
Dalam situasi yang demikian, pengambilan sampel dengan cara acak tidak dimungkinkan, maka tidak ada pilihan lain kecuali sampel diambil dengan cara tidak acak atau nonprobability sampling, namun dengan konsekuensi hasil penelitiannya tersebut tidak bisa digeneralisasikan. Jika ternyata dari 200 konsumen teh botol tadi merasa kurang puas, maka peneliti tidak bisa mengatakan bahwa sebagian besar konsumen teh botol merasa kurang puas terhadap the botol.
Di setiap jenis teknik pemilihan tersebut, terdapat beberapa teknik yang lebih spesifik lagi. Pada sampel acak (random sampling) dikenal dengan istilah simple random sampling, stratified random sampling, cluster sampling, systematic sampling, dan area sampling. Pada nonprobability sampling dikenal beberapa teknik, antara lain adalah convenience sampling, purposive sampling, quota sampling, snowball sampling

Probability/Random Sampling.

Syarat pertama yang harus dilakukan untuk mengambil sampel secara acak adalah memperoleh atau membuat kerangka sampel atau dikenal dengan nama “sampling frame”. Yang dimaksud dengan kerangka sampling adalah daftar yang berisikan setiap elemen populasi yang bisa diambil sebagai sampel. Elemen populasi bisa berupa data tentang orang/binatang, tentang kejadian, tentang tempat, atau juga tentang benda. Jika populasi penelitian adalah siswa perguruan tinggi “A”, maka peneliti harus bisa memiliki daftar semua siswa yang terdaftar di perguruan tinggi “A “ tersebut selengkap mungkin. Nama, NRP, jenis kelamin, alamat, usia, dan informasi lain yang berguna bagi penelitiannya.. Dari daftar ini, peneliti akan bisa secara pasti mengetahui jumlah populasinya (N). Jika populasinya adalah rumah tangga dalam sebuah kota, maka peneliti harus mempunyai daftar seluruh rumah tangga kota tersebut. Jika populasinya adalah wilayah Jawa Barat, maka penelti harus mepunyai peta wilayah Jawa Barat secara lengkap. Kabupaten, Kecamatan, Desa, Kampung. Lalu setiap tempat tersebut diberi kode (angka atau simbol) yang berbeda satu sama lainnya.
Di samping sampling frame, peneliti juga harus mempunyai alat yang bisa dijadikan penentu sampel. Dari sekian elemen populasi, elemen mana saja yang bisa dipilih menjadi sampel?. Alat yang umumnya digunakan adalah Tabel Angka Random, kalkulator, atau undian. Pemilihan sampel secara acak bisa dilakukan melalui sistem undian jika elemen populasinya tidak begitu banyak. Tetapi jika sudah ratusan, cara undian bisa mengganggu konsep “acak” atau “random” itu sendiri.
  1. Simple Random Sampling atau Sampel Acak Sederhana
Cara atau teknik ini dapat dilakukan jika analisis penelitiannya cenderung deskriptif dan bersifat umum. Perbedaan karakter yang mungkin ada pada setiap unsur atau elemen populasi tidak merupakan hal yang penting bagi rencana analisisnya. Misalnya, dalam populasi ada wanita dan pria, atau ada yang kaya dan yang miskin, ada manajer dan bukan manajer, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Selama perbedaan gender, status kemakmuran, dan kedudukan dalam organisasi, serta perbedaan-perbedaan lain tersebut bukan merupakan sesuatu hal yang penting dan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel secara acak sederhana. Dengan demikian setiap unsur populasi harus mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Prosedurnya :
1.    Susun “sampling frame”
2.    Tetapkan jumlah sampel yang akan diambil
3.    Tentukan alat pemilihan sampel
4.    Pilih sampel sampai dengan jumlah terpenuhi
2.        Stratified Random Sampling atau Sampel Acak Distratifikasikan
Karena unsur populasi berkarakteristik heterogen, dan heterogenitas tersebut mempunyai arti yang signifikan pada pencapaian tujuan penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel dengan cara ini. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui sikap manajer terhadap satu kebijakan perusahaan. Dia menduga bahwa manajer tingkat atas cenderung positif sikapnya terhadap kebijakan perusahaan tadi. Agar dapat menguji dugaannya tersebut maka sampelnya harus terdiri atas paling tidak para manajer tingkat atas, menengah, dan bawah. Dengan teknik pemilihan sampel secara random distratifikasikan, maka dia akan memperoleh manajer di ketiga tingkatan tersebut, yaitu stratum manajer atas, manajer menengah dan manajer bawah.
Dari setiap stratum tersebut dipilih sampel secara acak. Prosedurnya :
1.    Siapkan “sampling frame”
2.    Bagi sampling frame tersebut berdasarkan strata yang dikehendaki
3.    Tentukan jumlah sampel dalam setiap stratum
4.    Pilih sampel dari setiap stratum secara acak.
Pada saat menentukan jumlah sampel dalam setiap stratum, peneliti dapat menentukan secara (a) proposional, (b) tidak proposional. Yang dimaksud dengan proposional adalah jumlah sampel dalam setiap stratum sebanding dengan jumlah unsur populasi dalam stratum tersebut. Misalnya, untuk stratum manajer tingkat atas (I) terdapat 15 manajer, tingkat menengah ada 45 manajer (II), dan manajer tingkat bawah (III) ada 100 manajer. Artinya jumlah seluruh manajer adalah 160. Kalau jumlah sampel yang akan diambil seluruhnya 100 manajer, maka untuk stratum I diambil (15:160)x100 = 9 manajer, stratum II = 28 manajer, dan stratum 3 = 63 manajer.
Jumlah dalam setiap stratum tidak proposional. Hal ini terjadi jika jumlah unsur atau elemen di salah satu atau beberapa stratum sangat sedikit. Misalnya saja, kalau dalam stratum manajer kelas atas (I) hanya ada 4 manajer, maka peneliti bisa mengambil semua manajer dalam stratum tersebut , dan untuk manajer tingkat menengah (II) ditambah 5, sedangkan manajer tingat bawah (III), tetap 63 orang.
  1. Cluster Sampling atau Sampel Gugus
Teknik ini biasa juga diterjemahkan dengan cara pengambilan sampel berdasarkan gugus. Berbeda dengan teknik pengambilan sampel acak yang distratifikasikan, di mana setiap unsur dalam satu stratum memiliki karakteristik yang homogen (stratum A : laki-laki semua, stratum B : perempuan semua), maka dalam sampel gugus, setiap gugus boleh mengandung unsur yang karakteristiknya berbeda-beda atau heterogen. Misalnya, dalam satu organisasi terdapat 100 departemen. Dalam setiap departemen terdapat banyak pegawai dengan karakteristik berbeda pula. Beda jenis kelaminnya, beda tingkat pendidikannya, beda tingkat pendapatnya, beda tingat manajerialnnya, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Jika peneliti bermaksud mengetahui tingkat penerimaan para pegawai terhadap suatu strategi yang segera diterapkan perusahaan, maka peneliti dapat menggunakan cluster sampling untuk mencegah terpilihnya sampel hanya dari satu atau dua departemen saja.
Prosedur :
·         Susun sampling frame berdasarkan gugus – Dalam kasus di atas, elemennya ada 100 departemen.
·         Tentukan berapa gugus yang akan diambil sebagai sampel
·         Pilih gugus sebagai sampel dengan cara acak
·         Teliti setiap pegawai yang ada dalam gugus sample


4. Systematic Sampling atau Sampel Sistematis
Jika peneliti dihadapkan pada ukuran populasi yang banyak dan tidak memiliki alat pengambil data secara random, cara pengambilan sampel sistematis dapat digunakan. Cara ini menuntut kepada peneliti untuk memilih unsur populasi secara sistematis, yaitu unsur populasi yang bisa dijadikan sampel adalah yang “keberapa”. Misalnya, setiap unsur populasi yang keenam, yang bisa dijadikan sampel. Soal “keberapa”-nya satu unsur populasi bisa dijadikan sampel tergantung pada ukuran populasi dan ukuran sampel. Misalnya, dalam satu populasi terdapat 5000 rumah. Sampel yang akan diambil adalah 250 rumah dengan demikian interval di antara sampel kesatu, kedua, dan seterusnya adalah 25. Prosedurnya :
1.      Susun sampling frame
2.      Tetapkan jumlah sampel yang ingin diambil
3.      Tentukan K (kelas interval)
4.      Tentukan angka atau nomor awal di antara kelas interval tersebut secara acak atau random – biasanya melalui cara undian saja.
5.      Mulailah mengambil sampel dimulai dari angka atau nomor awal yang terpilih.
6.      Pilihlah sebagai sampel angka atau nomor interval berikutnya

5. Area Sampling atau Sampel Wilayah
Teknik ini dipakai ketika peneliti dihadapkan pada situasi bahwa populasi penelitiannya tersebar di berbagai wilayah. Misalnya, seorang marketing manajer sebuah stasiun TV ingin mengetahui tingkat penerimaan masyarakat Jawa Barat atas sebuah mata tayangan, teknik pengambilan sampel dengan area sampling sangat tepat. Prosedurnya :
·         Susun sampling frame yang menggambarkan peta wilayah (Jawa Barat) – Kabupaten, Kotamadya, Kecamatan, Desa.
·         Tentukan wilayah yang akan dijadikan sampel (Kabupaten ?, Kotamadya?, Kecamatan?, Desa?)
·         Tentukan berapa wilayah yang akan dijadikan sampel penelitiannya.
·         Pilih beberapa wilayah untuk dijadikan sampel dengan cara acak atau random.
·         Kalau ternyata masih terlampau banyak responden yang harus diambil datanya, bagi lagi wilayah yang terpilih ke dalam sub wilayah.

Nonprobability/Nonrandom Sampling atau Sampel Tidak Acak
Seperti telah diuraikan sebelumnya, jenis sampel ini tidak dipilih secara acak. Tidak semua unsur atau elemen populasi mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Unsur populasi yang terpilih menjadi sampel bisa disebabkan karena kebetulan atau karena faktor lain yang sebelumnya sudah direncanakan oleh peneliti.
Convenience Sampling atau sampel yang dipilih dengan pertimbangan kemudahan.
Dalam memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan kemudahan saja. Seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan orang tadi ada di situ atau kebetulan dia mengenal orang tersebut. Oleh karena itu ada beberapa penulis menggunakan istilah accidental sampling – tidak disengaja – atau juga captive sample (man-on-the-street) Jenis sampel ini sangat baik jika dimanfaatkan untuk penelitian penjajagan, yang kemudian diikuti oleh penelitian lanjutan yang sampelnya diambil secara acak (random). Beberapa kasus penelitian yang menggunakan jenis sampel ini, hasilnya ternyata kurang obyektif.
Purposive Sampling
Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Dua jenis sampel ini dikenal dengan nama judgement dan quota sampling.

Judgment Sampling
Sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya.. Misalnya untuk memperoleh data tentang bagaimana satu proses produksi direncanakan oleh suatu perusahaan, maka manajer produksi merupakan orang yang terbaik untuk bisa memberikan informasi. Jadi, judment sampling umumnya memilih sesuatu atau seseorang menjadi sampel karena mereka mempunyai “information rich”.
Dalam program pengembangan produk (product development), biasanya yang dijadikan sampel adalah karyawannya sendiri, dengan pertimbangan bahwa kalau karyawan sendiri tidak puas terhadap produk baru yang akan dipasarkan, maka jangan terlalu berharap pasar akan menerima produk itu dengan baik. (Cooper dan Emory, 1992).

Quota Sampling
Teknik sampel ini adalah bentuk dari sampel distratifikasikan secara proposional, namun tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja.
Misalnya, di sebuah kantor terdapat pegawai laki-laki 60% dan perempuan 40% . Jika seorang peneliti ingin mewawancari 30 orang pegawai dari kedua jenis kelamin tadi maka dia harus mengambil sampel pegawai laki-laki sebanyak 18 orang sedangkan pegawai perempuan 12 orang. Sekali lagi, teknik pengambilan ketiga puluh sampel tadi tidak dilakukan secara acak, melainkan secara kebetulan saja.
Snowball Sampling – Sampel Bola Salju
Cara ini banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang populasi penelitiannya. Dia hanya tahu satu atau dua orang yang berdasarkan penilaiannya bisa dijadikan sampel. Karena peneliti menginginkan lebih banyak lagi, lalu dia minta kepada sampel pertama untuk menunjukan orang lain yang kira-kira bisa dijadikan sampel. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui pandangan kaum lesbian terhadap lembaga perkawinan. Peneliti cukup mencari satu orang wanita lesbian dan kemudian melakukan wawancara. Setelah selesai, peneliti tadi minta kepada wanita lesbian tersebut untuk bisa mewawancarai teman lesbian lainnya. Setelah jumlah wanita lesbian yang berhasil diwawancarainya dirasa cukup, peneliti bisa mengentikan pencarian wanita lesbian lainnya. . Hal ini bisa juga dilakukan pada pencandu narkotik, para gay, atau kelompok-kelompok sosial lain yang eksklusif (tertutup)

Ahmad Kurnia El-Qornidi 8/19/2009 10:23:00 PM 0 komentar Link ke posting ini

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. (Sugiyono). Populasi mencakup segala hal, termasuk benda-benda alam, dan bukan sekedar jumlah yang ada pada objek.
 Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin meneliti semua yang ada pada populasi, (misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu) maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi itu. Untuk sample yang diambil dari populasi harus benar-benar representatif (mewakili). Bila sample tidak representatif, maka resiko yang dihadapi peneliti ialah tidak dapat menyimpulkan sesuai dengan kenyataan atau membuat kesimpulan yang salah.
Jumlah anggota sampel sering dinyatakan dengan ukuran sampel. Jumlah sampel yang 100% mewakili populasi adalah sama dengan jumlah anggota populasi itu sendiri. Jadi bila populasi 1000 dan hasil penelitian itu akan diberlakukan untuk 1000 orang tersebut tanpa ada kesalahan, maka jumlah sampel yang diambil sama dengan jumlah populasi tersebut yaitu 1000 orang. Makin besar jumlah sampel mendekati populasi, maka peluang kesalahan generalisasi semakin kecil dan sebaliknya makin kecil jumlah sampel menjauhi populasi, maka makin besar kesalahan generalisasi (diberlakukan umum).
Dalam penetapan besar kecilnya sampel tidaklah ada suatu ketetapan yang mutlak, artinya tidak ada suatu ketentuan berapa persen suatu sampel harus diambil. Suatu hal yang perlu diperhatikan adalah keadaan homogenitas dan heterogenitas populasi. Jika keadaan populasi homogen, jumlah sampel hampir-hampir tidak menjadi persoalan, sebaliknya, jika keadaan populasi heterogen, maka pertimbangan pengambil sampel sampel harus memperhatikan hal ini :
1. harus diselidiki kategori-kategori heterogenitas
2. besarnya populasi
Dalam penelitian kuantitatif, populasi dan sampel penelitian sangat diperlukan. Populasi adalah wilayah generasli yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditentukan oleh penbeliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Sedangkan sampel adalah sebagaian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Makin besar jumlah sampel mendekati populasi, maka
Bagi para peneliti pemula, penentuan sampel penelitian adalah hal yang cukup menyita waktu dan pikiran mereka. Sampel, terutama ukuran sampel (sample size) menjadi momok yang menakutkan manakala mereka hendak mempresentasikan laporan hasil penelitian, di hadapan tim penguji. Biasanya tim penguji akan menanyakan bagaimana sampel yang dipilih dapat dipertanggungjawabkan, apakah jumlah sampel yang dipilih mampu merepresentasikan populasi.
Kebingungan para peneliti muda biasanya disebabkan karena mereka belum memahami tentang filosofi sampling secara memadai, dan juga belum fixed-nya tujuan penelitian mereka. Biasanya mereka juga masih bingung tentang siapa atau apa populasi penelitian mereka ? Misalnya ketika akan meneliti tentang masalah kemiskinan, mereka masih ada yang berpikir bahwa populasi penelitian mereka adalah seluruh warga di wilayah yang akan mereka kaji. Mereka juga lupa tentang level of analysis, maka lengkaplah sudah kebingungan mereka.
Peneliti pemula juga biasanya belum memahami apa perbedaan mendasar dari filosofi nonprobability sampling dengan probability sampling. Apa tujuan penelitian dan bagaimana syarat dan karakter kedua tipe sampling itu masih belum dipahami, sehingga misalnya mereka menggunakan purposive sampling lalu hasilnya mereka menetapkan suatu generalisasi terhadap bidang kaji penelitiannya. Mereka juga biasanya bingung, ketika akan menentukan berapa jumlah sampel pada saat menggunakan purposive sampling, disini terlihat jelas bahwa pemahaman mereka tentang teknik sampling belum lengkap.
Dalam penelitian kuantitatif, populasi dan sampel penelitian sangat diperlukan. Populasi adalah wilayah generasli yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditentukan oleh penbeliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Sedangkan sampel adalah sebagaian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Makin besar jumlah sampel mendekati populasi, maka peluang kesalahan generalisasi semakin kecil, dan begitu juga sebaliknya.
Dalam menetapkan besar kecilnya sampel, tidaklah ada suatu ketetapan yang mutlak, artinya tidak ada ketentuan berapa persen suatu sampel harus diambil. Suatu hal yang perlu diperhatikan adalah keadaan homogenitas dan heterogenitas populasi. Jika keadaan populasi homogen, jumlah sampel hampir-hampir tidak menjadi persoalan, sebaliknya jika keadaan populasi heterogen, maka pertimbangan pengambilan sampel harus memperhatikan dua hal, yaitu (1) harus diseleidiki kategori-kategori heterogenitas dan (2) besarnya populasi.
Langkah-langkah dalam penarikan sampel adalah penetapan ciri-ciri populasi yang menjadi sasaran dan akan diwakili oleh sampel di dalam penyelidikan. Penarikan sampel dari penelitian tidak lain memiliki tujuan untuk memperoleh informasi mengenai populasi tersebut. Oleh karena itu, penarikan sampel sangat diperlukan dalm penelitian.
Terdapat beberapa jenis desain sampling dalam penelitian. Jenis pertama desain sampling adalah probality sampling. Jenis sampling ini ada beberapa, yaitu (1) acak sederhana (sampling random sampling), yaitu acak jenis ini adalah acak yang paling dikenal oleh banyak orang dalam pencarian sampel, (2)rancangan acak berstrata (stratified random sampling) yaitu apabila populasi terdiri dari sejumlah sub-kelompok atau lapisan yang mungjin memiliki ciri yang berbeda acapkali diperlukan suatu bentuk penarikan sampel yang disebut penarikan berlapis, (3) rancangan klaster (claster sampling), yaitu mendaftar semua anggota populasi sasaran dan kemudian memilih sampel diantaranya, dan (4) rancangan sistematis (systematic sampling), yaitu penarikan sampel dengan cara mengambil setiap kasus yang kesekian dari daftar populasi.
Ahmad Kurnia El-Qorni0 komentar Link ke posting ini

No comments: